Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Pengumuman BI Rate: Tarif Trump hingga Ekspor Jadi Sorotan

BI kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75% untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) menyampaikan paparan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (18/12/2024). / Bisnis-Arief Hermawan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) menyampaikan paparan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (18/12/2024). / Bisnis-Arief Hermawan

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75% untuk menstabilkan rupiah yang sangat terbebani oleh ketidakpastian mengenai tarif AS dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.

Melansir dari Bloomberg, Rabu (23/4/2025), konsensus dari surveinya menunjukkan 27 dari 29 ekonom memperkirakan BI Rate akan dipertahankan, dengan dua ekonom memperkirakan penurunan 25 basis poin (bps).

Penahanan ini, jika benar berlanjut, menjadi jeda suku bunga ketiga berturut-turut sejak para pembuat kebijakan menurunkan biaya pinjaman pada bulan Januari, tepat sebelum dimulainya masa kepresidenan Donald Trump.

Seperti halnya sebagian besar negara di dunia, ancaman tarif Trump telah mengguncang kepercayaan pasar dan mengaburkan prospek pertumbuhan di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini, yang menganggap AS sebagai pasar ekspor terbesar kedua setelah China. 

AS mengancam pungutan sebesar 32% untuk barang-barang Indonesia, memperburuk sentimen negatif seputar kebijakan ekonomi dan prospek fiskal Presiden Prabowo Subianto.

Dalam kondisi tersebut, rupiah anjlok ke posisi terendah sepanjang sejarah di awal bulan ini, mendorong BI untuk melakukan intervensi besar-besaran di pasar mata uang.

Sementara keputusan Trump untuk mengurangi sebagian besar tarif menjadi 10% membawa ketenangan sementara pada pasar keuangan global.

Sayangnya, rupiah tetap turun 1,8% sepanjang April dan sejauh ini menjadi mata uang yang paling merugi di antara mata uang-mata uang utama Asia tahun ini.

Hal yang Perlu Diperhatikan Jelang RDG BI:

Efek Tarif Trump

Gubernur Perry Warjiyo dan jajarannya perlu mengawasi bagaimana kebijakan perdagangan AS terbentuk dalam beberapa bulan mendatang, untuk melihat bagaimana kebijakan tersebut dapat menyeimbangkan tujuan mereka dalam menjaga stabilitas mata uang dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Beberapa analis melihat rupiah akan menguji level kunci 17.000 dalam beberapa bulan mendatang karena kepercayaan investor masih rapuh. Permintaan musiman perusahaan-perusahaan akan dollar untuk pembayaran dividen dan hutang dapat menambah tekanan pada mata uang.

Kepala riset pendapatan tetap di Maybank Securities Pte. Winson Phoon melihat dengan sedikit petunjuk mengenai hasil pembicaraan pemerintah dengan AS, BI kemungkinan besar ingin mempertahankan “status quo” untuk menghindari penambahan tekanan pada rupiah.

Para pejabat Indonesia sedang berada di Washington DC, dengan tujuan mencapai kesepakatan dalam 60 hari ke depan untuk menghindari rencana tarif 32% dari Trump. Mereka telah berjanji untuk menyederhanakan prosedur impor dan membeli lebih banyak minyak dan gas dari AS untuk mengimbangi defisit perdagangan senilai US$18 miliar dengan Indonesia.

Risiko Pertumbuhan

Setelah masalah tarif mereda dan tekanan mata uang mereda, alasan BI untuk menurunkan suku bunga dapat semakin kuat karena perdagangan yang lebih lemah dapat semakin membebani pertumbuhan ekonomi.

Tarif 32% dapat memangkas potensi pertumbuhan PDB Indonesia hingga 0,5%, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Konsumsi rumah tangga, mesin pertumbuhan utama Indonesia, juga menunjukkan tanda-tanda ketegangan. Kepercayaan konsumen melemah di bulan Maret meskipun ada perayaan Ramadan. Inflasi berada di bawah kisaran target 1,5%-3,5% dari BI, yang memungkinkan BI untuk melakukan pemotongan suku bunga tambahan, kata para analis.

Ketergantungan Ekspor 

Meskipun ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 2% dari produk domestik bruto (PDB), ekspor Indonesia terutama terkonsentrasi di sektor-sektor padat karya yang sudah mengalami kesulitan seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. 

Terpisah, Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat ekspor Indonesia masih sangat bergantung pada minyak sawit mentah dan turunannya, batu bara, serta besi dan baja, komoditas yang harganya diperkirakan akan terus berfluktuasi dan berpotensi memasuki tren penurunan karena melemahnya permintaan global.

Dengan 36% ekspor terkonsentrasi pada beberapa komoditas ini, Indonesia menghadapi risiko yang berasal dari ketergantungannya pada ekspor berbasis sumber daya bernilai rendah.

Mempertimbangkan mandat utama untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar, BI saat ini dihadapkan pada tekanan besar di sisi nilai tukar.

Walaupun data terkini menunjukkan bahwa inflasi masih berada di bawah rentang target BI, tekanan deflasi yang terjadi saat ini cenderung bersifat temporer pasca berakhirnya program subsidi tarif diskon listrik pada Februari lalu.

Di sisi lain, tekanan terhadap Rupiah nampaknya masih akan berlanjut di beberapa bulan mendatang seiring berlanjutnya ketidakpastian global yang dipicu tensi perang dagang.

Mempertimbangkan berbagai hal tersebut, BI kemungkinan tidak memiliki ruang untuk melalukan pemangkasan suku bunga kebijakan yang berisiko memberikan tekanan tambahan terhadap Rupiah.

“Dengan kondisi ini, BI sebaiknya menahan suku bunga acuannya di 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur di April 2025 dan tetap menjaga fokusnya untuk upaya intervensi dalam menjaga stabilitas nilai tukar,” ujarnya, Rabu (23/4/2025). 

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper