Bisnis.com, Jakarta — Laba bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bergerak melandai sepanjang kuartal pertama tahun ini. Apakah terdapat tekanan kenaikan beban cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau nonperforming loan (NPL) coverage dan rugi penurunan nilai (impairment) atas aset non-produktif?
Merujuk laporan keuangan yang dirilis ke publik, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat kenaikan CKPN konsolidasian untuk kredit yang disalurkan sebesar Rp51,43 triliun pada kuartal pertama 2025.
Angka ini naik 2,07% secara year to date (ytd) dibandingkan CKPN Bank Mandiri pada periode Desember 2024 yaitu Rp50,39 triliun. Namun secara year on year (yoy) atau tahunan pada periode yang sama yaitu Maret 2024, CKPN Bank Mandiri turun 2,97% dari Rp53,01 triliun.
Selain CKPN, terdapat juga kenaikan beban operasional yang mempengaruhi kinerja BMRI. Kerugian penurunan nilai aset keuangan alias impairment menjadi salah satu yang mengalami kenaikan.
Secara konsolidasian, impairment Bank Mandiri naik 1,25% menjadi Rp3,63 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp3,59 triliun. Namun, secara bank only, impairment Bank Mandiri tercatat menurun yaitu Rp2,24 triliun dari sebelumnya Rp2,55 triliun.
Selain itu, terdapat juga kenaikan beban tenaga kerja dari Rp6,04 triliun menjadi Rp7,17 triliun pada kuartal I/2025. Seiring dengan hal tersebut, laba konsolidasian yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk Bank Mandiri sebesar Rp13,87 triliun pada kuartal I/2025. Bank Mandiri hanya mampu mengerek kenaikan laba 3,89% dibandingkan kuartal I/2024 yang sebesar Rp12,7 triliun.
Lalu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) turut mencatatkan kenaikan pencadangan untuk mengantisipasi kerugian dari kredit yang disalurkan perusahaan sebesar 0,84% year to date menjadi Rp81,57 triliun per kuartal I/2025 dari posisi Desember 2024 sebesar Rp80,89 triliun. Namun, secara tahunan alias year on year (yoy), BRI mencatatkan penurunan CKPN sebesar 1,18% dari Rp82,55 triliun.
Kerugian penurunan nilai aset keuangan alias impairment membengkak 14,58% jadi Rp12,27 triliun per kuartal I/2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp10,71 triliun. Laba bersih BRI pun turun 13,92% YoY dibandingkan periode yang sama pada 2024 sebesar Rp15,88 triliun.
Kenaikan impairment tersebut ikut mendorong beban operasional dari Rp17,02 triliun menjadi Rp19,3 triliun pada periode yang sama.
Selanjutnya CKPN konsolidasian PT Bank Negara Indonesia (Persero). Tbk (BBNI) per 31 Maret 2025 sebesar Rp39,06 triliun. Adapun year to date atau dari Desember 2024, CKPN BNI naik 0,98% dari Rp 38,68 triliun. Sementara secara tahunan turun 16,96% dari posisi Maret 2024 yaitu Rp46,33 triliun.
BBNI mencatatkan laba bersih tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp5,38 triliun per kuartal I/2025. Laba perseroan hanya naik 1,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,32 triliun.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan, pada kuartal pertama, pertumbuhan laba bank BUMN bervariasi dan cenderung menurun. Bank BRI mencatat penurunan laba sebesar 13% sementara Bank Mandiri masih bertumbuh 3,89% dan BNI bertumbuh sekitar 1,1%.
"Peningkatan beban CKPN sepertinya membuat tekanan pada laba bank bumn, penurunan daya beli dan faktor global masih menjadi faktor dominan dalam menekan kinerja keuangan bank," kata Trioksa kepada Bisnis.
Trioksa menyebut kedepannya bila daya beli membaik dan perang tarif juga melandai, maka kuartal kedua akan lebih baik pertumbuhannya dibanding kuartal satu. "Bank BUMN dapat melakukan ekspansi secara selektif dan menjaga likuiditas tetap baik terutama bila diarahkan untuk mendukung program-program pemerintah," sebutnya.
Terkait dengan kinerja ke depan, Direktur Utama BRI Hery Gunardi sebelumnya menyatakan bahwa perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap bisnis perseroan.
Nasabah melakukan transaksi melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM) milik Bank Mandiri di Jakarta, Rabu (4/1/2023). /Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Menurut Hery, perekonomian global pada kuartal I/2025 masih diliputi ketidakpastian, sebagian besar disebabkan oleh ketegangan geopolitik serta dampak lanjutan dari perang tarif. Namun, dia menegaskan bahwa mayoritas bisnis BRI bergantung pada permintaan dan konsumsi domestik, sehingga pengaruh perang dagang terhadap kinerja perusahaan maupun ekonomi nasional diperkirakan minim.
“Bisnis BRI sangat bergantung pada permintaan atau konsumsi domestik, sehingga selain dari depresiasi nilai tukar yang terjadi, perang tarif diproyeksikan tidak berdampak signifikan terhadap kinerja BRI maupun perekonomian Indonesia,” kata Hery dalam Paparan Kinerja Kuartal I/2025, Rabu (30/4/2025).
Apalagi fundamental ekonomi Indonesia masih tergolong kuat dengan cadangan devisa yang masih memadai US$157,1 miliar pada Maret 2025. "Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia tercermin dari posisi cadangan devisa yang meningkat, dari US$155,7 miliar pada akhir Desember 2024 menjadi US$157,1 miliar pada akhir Maret 2025," tuturnya.
Sementara Direktur Finance & Strategy BNI Hussein Paolo Kartadjoemena mengatakan kemampuan perusahaan menumbuhkan bisnis terjadi di tengah dinamika dan tantangan ketidakpastian global.
”Pencapaian kinerja keuangan BNI pada kuartal I/2025 mencerminkan pertumbuhan kredit yang sehat serta keberhasilan dari transformasi digital yang turut mendukung peningkatan tabungan,” kata Paolo dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).
Adapun, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menyampaikan perseroan akan konsisten melanjutkan strategi pertumbuhan yang berkelanjutan melalui akselerasi segmen wholesale dan penguatan ekosistem ritel, sambil tetap mengedepankan manajemen risiko secara disiplin.
"Dengan fokus pada peningkatan dana murah berbasis transaksi serta pembiayaan ke sektor-sektor unggulan, kami optimistis dapat menjaga efisiensi biaya dana dan mendukung ekspansi bisnis secara sehat dan berkesinambungan," tegas Darmawan.