Bisnis.com, JAKARTA — Dua bank kini sedang melakukan proses spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS), yaitu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) dan PT CIMB Niaga Tbk. (BNGA).
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong spin off UUS menjadi bank umum syariah (BUS) untuk mendongkrak pasar perbankan syariah di Indonesia yang saat ini didominasi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI.
Kala itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan maksud dari spin off ataupun merger sendiri memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk memperbaiki struktur keuangan pasar perbankan syariah.
“Memang tidak bagus kalau ada bank syariah yang sangat besar sendirian, misal BSI tanpa kompetitor, karena secara competition policy ini enggak bagus,” kata Dian dalam RDK tahun lalu, Senin (5/8/2024).
Mengacu Pasal 59 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), bank yang memiliki UUS dengan nilai aset mencapai porsi 50% terhadap total nilai aset induknya dan/atau jumlah aset UUS paling sedikit Rp50 triliun wajib melakukan pemisahan UUS dengan tahapan tertentu.
Hingga saat ini UUS Bank CIMB Niaga dan BTN yang sudah memenuhi persyaratan dan wajib menjalankan pemisahan atau spin off menjadi bank umum syariah (BUS).
Sayangnya, spin off UUS tersebut belum bisa menandingi BSI misalnya dari sisi nilai aset. Mengacu laporan kinerja BTN Syariah memiliki Rp61,2 triliun per Maret 2025. Sementara CIMB Niaga Syariah senilai Rp67,5 triliun.
Saat ini, BTN telah melakukan persiapan untuk mengambilalih Bank Victoria Syariah (BVS), yang pada akhirnya akan digabung dengan hasil pemisahan UUS BTN Syariah.
Pegawai melayani nasabah di kantor cabang BTN Syariah di Jakarta, Selasa (2/7/2024). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Per akhir 2024, aset BVS tercatat senilai Rp3,31 triliun. Dengan demikian, usai proses merger, nilai aset gabungan BTN Syariah dan BVS berkisar Rp64,51 triliun.
OJK menyatakan ingin ada dua atau lebih bank syariah yang melaksanakan konsolidasi, sehingga dari segi nilai aset bisa lebih besar.
Terbaru, Ediana Rae mengatakan bahwa sebenarnya dalam konsolidasi, tidak salah jika bank baru melakukan spin off UUS. Sayangnya hal ini tidak memberikan dampak yang signifikan di industri perbankan syariah.
Kepada Bisnis, Dian menjelaskan OJK akan berbincang dengan pihak CIMB Niaga mengenai arah bisnis syariahnya. Dian mengaku sudah beberapa kali mau berbincang dengan perusahaan tersebut.
"Sebab kami [OJK] inginnya skalanya yang lebih besar, jadi kami [akan] lihat apakah mau akuisisi [bank syariah] yang lain,” kata Dian kepada Bisnis, Senin (28/4/2025).
Merger Bank Syariah
Seiring dengan hal tersebut, Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menyebut aksi merger dengan perusahaan bank syariah lain bisa jadi pertimbangan dan perlu untuk dilakukan. Dengan demikian, tidak mendominasi sebagai bank syariah terbesar.
Hal ini juga sejalan dengan imbauan OJK yang berpandangan pentingnya konsolidasi di perbankan syariah. Meski demikian, Emir bilang hal tersebut akan sulit terjadi. Sebab, itu tak bisa disamakan dengan BSI yang dulunya merupakan bank-bank syariah milik pemerintah.
“CIMB Niaga itu kan punya swasta, sehingga sulit jika misalnya mereka gabung dengan unit usaha syariah bank swasta lain yang dimiliki berbeda negara,” ujar Emir kepada Bisnis, Senin (28/4/2025).
Misalnya seperti Bank Permata memiliki produk syariah, tetapi dimiliki oleh investor Thailand. Lalu Bank Danamon yang juga memiliki unit syariah tetapi dimiliki oleh investor Jepang.
Oleh karena itu, spin off CIMB Niaga dinilai oleh Emir hanya menunaikan kewajiban dahulu sebab asetnya sudah melewati batas Rp50 triliun.
Adapun BNGA mengumumkan kejelasan rencana pemisahan UUS perusahaan dengan membentuk badan hukum baru, yakni Bank CIMB Niaga Syariah. Rencana ini akan diajukan untuk mendapatkan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 26 Juni 2025 mendatang.
Fransiska Oei, Direktur Kepatuhan BNGA, mengungkap pemisahan ini mengacu pada regulasi bawah UUS dengan nilai aset telah mencapai 50% dari total nilai aset induknya atau jumlah aset UUS paling sedikit Rp50 triliun diwajibkan untuk melakukan pemisahan.
"Untuk tujuan pemisahan tersebut, perseroan [telah] menyusun Rancangan Pemisahan yang nantinya akan dimintakan persetujuannya melalui Rapat Umum Pemegang Saham," katanya dalam keterbukaan pada BEI hari ini, Senin (28/4/2025)
Perseroan menilai prospek bisnis syariah di Indonesia sangat menjanjikan. Data industri perbankan syariah menunjukkan total aset mencapai Rp980,3 triliun per Desember 2024, tumbuh 9,9% secara tahunan (year-on-year/YoY). CAGR (Compound Annual Growth Rate) aset syariah selama 2017–2024 tercatat 12,3%, dengan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing tumbuh 11,9%.
CIMB Niaga Syariah/Istimewa
Dari sisi kinerja keuangan, CIMB Niaga mencatat total aset konsolidasian sebesar Rp360,22 triliun per 31 Desember 2024, naik dari Rp334,37 triliun pada 2023. Laba bersih 2024 tercatat Rp6,83 triliun, naik dibandingkan Rp6,55 triliun pada tahun sebelumnya.
Pendapatan bunga bersih tercatat sebesar Rp13,27 triliun, sementara pendapatan operasional lainnya memberikan kontribusi positif meski dibayangi oleh kerugian akibat penurunan nilai aset keuangan sebesar Rp1,55 triliun.
Dalam catatan Bisnis, CIMB Niaga Syariah membukukan laba bersih senilai Rp2,12 triliun pada 2024. Realisasi ini tumbuh 10,86% secara tahunan (YoY) dari Rp1,92 triliun pada 2023.
Berdasarkan laporan keuangan yang dikutip Jumat (17/2/2025), CIMB Niaga Syariah sejatinya mencatatkan penurunan pendapatan setelah distribusi bagi hasil sebesar 2,77% YoY, dari Rp2,24 triliun pada 2023 menjadi Rp2,18 triliun pada 2024. Namun, pendapatan berbasis komisi naik 7,57% secara tahunan menjadi Rp452,82 miliar. Pendapatan lainnya juga tumbuh signifikan, yakni 64,59% dari Rp116,74 miliar pada 2023 menjadi Rp192,14 miliar pada tahun lalu.
Selain itu, kerugian penurunan nilai aset keuangan alias impairment juga diturunkan hingga 28,13% YoY, dari Rp661,69 miliar menjadi Rp475,56 miliar sepanjang periode yang sama.
Aspek pembiayaan CIMB Niaga Syariah juga mencatatkan pertumbuhan positif, dari Rp55,24 triliun pada 2023 menjadi Rp60,29 triliun pada 2024, naik 9,14% YoY. Aset UUS CIMB Niaga pun bertumbuh 7,58% YoY hingga mencapai Rp67,5 triliun.
Kualitas pembiayaan CIMB Niaga Syariah masih terjaga, kendati mengalami kenaikan dari segi non-performing financing (NPF). NPF gross naik tipis dari 1,09% pada 2023 menjadi 1,66% pada 2024, demikian pula NPF net, yang meningkat dari 0,48% pada 2023 menjadi 0,82% pada 2024.
Dari sisi pendanaan, CIMB Niaga Syariah membukukan DPK sebesar Rp54,68 triliun pada 2024, tumbuh 21,74% YoY dari Rp44,92 triliun. Dana simpanan wadiah mencatatkan laju pertumbuhan 23,56% YoY dengan nilai Rp10,91 triliun, sedangkan dana investasi non-profit sharing tercatat sebesar Rp43,77 triliun.
Terkait rasio kinerja lainnya, imbal aset alias return on asset (ROA) CIMB Niaga Syariah naik dari 3,03% menjadi 3,24% pada 2024, sedangkan financing to deposit ratio (FDR) berada pada level 109,64.