Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah ekonom menilai Bank Indonesia masih perlu mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 5,75% demi menjaga stabilitas rupiah yang mulai menguat ke bawah Rp16.500 per dolar AS.
Setidaknya 12 dari 36 ekonom yang Bloomberg survei melihat Bank Indonesia (BI) tidak akan memangkas suku bunga pada pertemuan besok.
Salah satunya Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang yang meyakini penahanan BI Rate perlu dilakukan karena peningkatan volume FX swap yang menandakan meningkatnya kebutuhan likuiditas dalam sistem perbankan.
“Untuk saat ini, fokusnya tetap pada stabilitas nilai tukar dan manajemen likuiditas,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).
Terlebih Hosianna melihat saat ini terjadi kenaikan term repo—masih terbatas pada tenor 7 hari—yang menunjukkan bahwa BI memilih pelonggaran semu melalui alat jangka pendek, bukan perubahan kebijakan.
Meski demikian, penurunan suku bunga mungkin akan dilakukan pada Juni atau setelahnya—ketika kebutuhan dolar termoderasi—dan tergantung pada bagaimana tekanan eksternal berkembang.
Baca Juga
Utamanya, karena The Fed terus menunda penurunan suku bunganya sendiri, dengan Jerome Powell mencatat bahwa dampak inflasi dari tarif baru Trump belum sepenuhnya tercermin dalam data AS.
Senada, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro berpandangan BI masih perlu menahan suku bunga untuk memperkuat rupiah yang baru memasuki tren menghijau. Pemangkasan paling aman terjadi apabila rupiah telah menguat ke bawah Rp16.000 per dolar AS.
“Rupiah sekarang masih di level 16.500. Kalau rupiah sudah ke bawah 16.000 baru level amannya bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga,” ujarnya kepada Bisnis.
Satria melihat secara fundamental dan teknikal dolar indeks, mata uang rupiah itu tidak menguat signifikan walaupun dolar indeks sudah melemah dengan cukup dalam.
Membandingkan dengan delapan bulan lalu ketika dolar indeks juga di level 100an, rupiah berapa di level Rp15.400an per dolar AS. Kini, dengan dolar indeks yang sama, rupiah justru di level Rp16.400an per dolar AS.
Khawatirnya bila BI mengambil langkah pemangkasan lebih dahulu dan lebih cepat ketimbang The Fed, justru dapat menekan rupiah.
“Itu menurut saya menjadi salah satu faktor yang memperlemahkan nilai tukar sekarang dan membuat nilai tukar rupiah itu under value,” tuturnya.
Sebelumnya pun Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual melihat memang akan ada peluang penurunan suku bunga ke depannya, tetapi memang bukan dalam pertemuan bulan ini.
“[Saat ini] Masih fokus di stabilitas dipicu ketidakpastian perang tarif. The Fed juga masih mempertahankan suku bunga patokan. Untuk itu, [BI Rate] diproyeksikan masih dipertahankan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (19/5/2025).
Terlebih, penurunan ke depannya dibutuhkan karena terdapat ada indikasi perlambatan konsumsi tetapi lebih disebabkan high base effect akibat pemilu tahun lalu dan belanja pemerintah yang belum optimal.
Adapun, Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada Rabu (21/5/2025) pukul 14.00 WIB.