Mendongkrak Pendapatan BPJS Kesehatan
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa sebesar 95% komponen dari pendapatan BPJS Kesehatan datang dari iuran. Untuk itu, menurutnya perlu ada penyesuaian iuran peserta JKN. Apalagi terakhir kali iuran JKN naik adalah pada 2020.
Timboel mengatakan saat ini Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sedang mengusulkan tarif peserta PBI menjadi sebesar Rp71.000 per orang per bulan dari saat ini yang berlaku sebesar Rp42.000 per orang per bulan. Dari tarif ini, sebesar Rp7.000 ditanggung oleh pemerintah.
Selain dari iuran, Timboel menghitung ada potensi lainnya yang bisa dioptimalkan menjadi pemasukan BPJS Kesehatan dari pajak rokok. Regulasi pajak rokok untuk pendapatan program JKN diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Regulasi ini mengatur pemerintah daerah waijb mendukung penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan melalui kontribusi pajak rokok. Besaran kontribusi pajak rokok tersebut ditetapkan sebesar 75% dari 50% realisasi penerimaan pajak rokok dan langsung dipotong untuk dipindahbukukan ke dalam rekening BPJS Kesehatan.
Dari angka tersebut, Timboel menghitung presentase pendapatan dari pajak rokok yang masuk ke BPJS Kesehatan sebesar 3,75%. Dengan asumsi perhitungan pendapatan cukai rokok sebesar Rp200 triliun pada 2024, Timboel menghitung pendapatan BPJS Kesehatan dari pajak rokok sebenarnya bisa mencapai Rp7 triliun per tahun.
Timboel mengusulkan pendapatan BPJS Kesehatan juga bisa bersumber dari kontribusi cukai dari produk yang mengandung Gula, Garam, Lemak (GGL). Pengenaan cukai atas produk GGL ini sendiri masih dalam tahap pembahasan pemerintah.
Baca Juga
"Sebenarnya cukai rokok yang dikasih itu ditambah saja tidak 3,75%, naikkan saja menjadi 5%, 5% berikan ke BPJS. Kedua, terapkan cukai GGL, misalnya minuman minuman berpemanis, dikasih cukai saja," tandasnya.
Bila menilik data, pendapatan iuran BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun memang relatif meningkat seignifikan. Misalnya, pada 2019 pendapatan iuran tercatat sebesar Rp111,75 triliun, meningkat menjadi Rp165,25 triliun pada 2024.
Sampai April 2025, pendapatan iuran BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp56,46 triliun. Dalam RKAT 2025 bahkan pendapatan iuran di akhir 2025 bisa mencapai Rp171,33 trliliun.
Meski pendapatan iuran terus meningkat, dari sisi utilitas program JKN juga naik pesat. Hal ini terlihat dalam data rasio klaim JKN yang tembus 104,71% pada 2023, menjadi 106,6% per April 2025, dan dalam RKAT 2025 diproyeksikan rasio klaim JKN mencapai 111,8% pada akhir tahun ini.
Sejalan dengan utilitas yang naik pesat, jumlah peserta JKN juga semakin meningkat. BPJS Kesehatan pada Agustus 2024 lalu sukses mencapai target kepesertaan JKN atau Universal Health Coverage (UHC) mencapai 98% dari total populasi Indonesia. Sampai 1 Agustus 2024, BPJS Kesehatan telah sukses menggaet 276.520.647 peserta JKN, atau 98,19% dari total popuasi penduduk Indonesia per semester I/2024 sebanyak 281.603.800 jiwa.