Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan sistem pembayaran global, Visa, memaparkan tren perubahan fraud dan kejahatan siber yang menyerang layanan keuangan saat ini.
Stefaan D'hoore, AP Regional Risk Officer Visa, menyampaikan saat ini terdapat empat hal terkait perubahan tren kejahatan finansial secara global. Pertama, yaitu kejahatan siber berkembang secara lebih canggih menggunakan teknologi terkini.
"Para pelaku akan menggunakan teknologi untuk mendesain modus dalam rangka meningkatkan skala kejahatan mereka," ujarnya dalam Media Group Interview, Visa Indonesia Industry Risk Forum 2025 di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Tren kedua, yang merupakan perubahan besar dalam modus penipuan finansial, adalah shifting fraud dari unauthorised atau tanpa otorisasi menjadi authorised atau dengan otorisasi.
Stefaan menjelaskan dalam authorised fraud pemegang kartu tidak mengetahui, tidak memulai, dan tidak menyetujui transaksi yang dilancarkan oleh penjahat. "Ini adalah perubahan besar dan berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir," jelasnya.
Tren ketiga, kejahatan siber ikut berkembang mengikuti tren belanja online masyarakat, di mana sistem pembayaran kini tertanam dalam aplikasi berbelanja secara dalam jaringan (daring). Dengan lebih banyak kontak dengan konsumen, hal ini dinilai membuka lebih besar akses ke calon korban.
Baca Juga
Kemudian, tren terakhir yaitu berkaitan dengan perkembangan AI dan segala kemungkinan potensi yang belum dimanfaatkan. AI, lanjutnya, saat ini sedang mentransformasi layanan keuangan, pembayaran, dan juga perdagangan.
Namun, kecanggihan AI tidak hanya digunakan dalam hal yang bermanfaat, tetapi juga untuk kejahatan, misalnya saja penipuan menggunakan deep fake sehingga modus kejahatan saat ini jauh lebih meyakinkan.
Adapun, dalam mengatasi perubahan tren kejahatan siber, sebagaimana dikutip dari Biannual Threats Report Spring 2025, disebutkan Visa telah berinvestasi besar dalam teknologi keamanan untuk mencegah, mendeteksi, dan memberantas ancaman terhadap data nasabah serta infrastruktur pembayaran.
Dalam lima tahun terakhir, Visa telah berinvestasi senilai US$12 miliar pada teknologi terkini untuk memerangi penipuan. Teknologi yang dimiliki Visa antara lain eCommerce Threat Disruption (eTD), Visa Account Attack Intelligence (VAAI), dan Visa Payments Threats Lab (VPTL).
Di Indonesia, Visa juga menyelenggarakan Industry Risk Forum yang dilaksanakan setidaknya setahun sekali, dan bisa dilaksanakan hingga tiga kali dalam setahun.
Pasalnya, tren risiko yang mengintai sistem pembayaran terus berkembang dalam waktu singkat. Dalam forum tersebut akan dipertemukan para pemain industri, termasuk bank, untuk berkolaborasi dan meningkatkan keamanan.