Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengupayakan strategi dan inovasi untuk memberantas penipuan atau scam di sektor jasa keuangan, yang telah merugikan masyarakat hingga Rp4,6 triliun per 17 Agustus 2025.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku PUJK dan Pelindungan Konsumen sekaligus Ketua Satgas Pasti OJK Rizal Ramadhani mengatakan saat ini pihaknya sedang mengeksplorasi pengembangan sistem digital guna memerangi penipuan finansial.
“Kita sedang menjajaki semacam National Fraud Portal [NFP] seperti di Singapura dan Malaysia,” katanya kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).
Rizal menerangkan, pada dasarnya sistem IT tersebut dibangun atas tiga komponen inti. Pertama, manajemen kasus (case management) berfungsi untuk mencatat, mengelola, dan menindaklanjuti laporan penipuan.
Komponen kedua, lanjutnya, penelusuran aliran dana (money trail) untuk melacak aliran uang dari korban ke pelaku, dilakukan dalam konteks penindakan hukum. Ketiga, sistem penilaian risiko penipuan (fraud scoring) berbasis data, digunakan dalam konteks pencegahan.
“Ini sudah beberapa kali kami bahas dengan ahli IT di OJK dan konsultan IT. Sistem ini akan menggunakan AI, sehingga mengurangi beban pekerjaan SDM kita dalam mengoperasikan IASC [Indonesia Anti-Scam Center],” tutur dia.
Baca Juga
Mengutip laman Bank Negara Malaysia pada Rabu (20/8/2025), NFP diluncurkan pada 20 Agustus 2024 dan bertujuan untuk memerangi penipuan di sektor keuangan.
NFP dirancang dengan proses otomatis, mulai dari pengelolaan laporan penipuan, verifikasi pelacakan dana yang dicuri hingga penyebaran peringatan antar lembaga keuangan untuk mendorong tindakan yang cepat.
Sebagai informasi, IASC dibentuk sebagai pusat penanganan penipuan transaksi di sektor keuangan. Bedanya dengan Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Pasti) adalah IASC tempat pengaduan untuk perusahaan yang legal dan Satgas Pasti untuk aktivitas keuangan ilegal.
Adapun, sejak November — 17 Agustus 2025 IASC telah menerima 225.281 laporan. Sementara itu, jumlah rekening yang dilaporkan sebanyak 359.733 dan 72.145 rekening telah diblokir. Adapun, total dana yang telah diblokir sebesar Rp349,3 miliar.