Bisnis.com,JAKARTA--Industri perbankan ditegaskan agar lebih berhati-hati dalam menentukan debitur mengingat kasus kebakaran hutan dan lahan disinyalir terkait dengan perusahaan besar kelapa sawit atau produk kehutanan yang mendapat pembiayaan dari perbankan.
Chair of Asean CSR Network sekaligus sebagai Executive Director Indonesia Business Links Yanti Triwardiantini mengatakan motif pembakaran hutan yang dilakukan sejumlah perusahaan itu bisa jadi luput dari analisis perbankan.
Namun, katanya, bila kasus membakar hutan oleh debitur bank tersebut benar dilakukan, pihak perbankan bisa juga terseret ke dalam pertanggungjawabannya.
Itu yang kita sebut dengan extended responsibility. Jadi responsibility yang kena karena kesalahan orang lain. Kan sebenernya konyol, itu bisa terjadi karena ketidaktahuan bank, katanya saat ditemui Bisnis.com, belum lama ini.
Untuk mengantisipasi hal ini, kata Yanti, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dihimbau lebih tegas menerapkan peraturan terkait hal tersebut. Dia menyarankan bank dimungkinkan dikenakan sanksi bila penyaluran kredit terhadap perusahaan yang bermasalah dengan lingkungan itu tetap diberikan.
Mungkin di Indonesia harus seperti itu [dikenakan sanksi] kali ya. Karena tentu bank harus mengantisipasi, perusahaan-perusahaan itu kan pasti ada Amdalnya, ujarnya.
Johan Verburg, Senior Advisor Programme Development Private Sector Engagement Oxfam Novib, mengatakan motif pembakaran hutan secara sengaja oleh perusahaan kelapa sawit atau produk kehutanan bakal ditelusur hingga asal pendanaan perusahaan tersebut.
Dalam hal ini, perbankan sebagai penyalur kredit juga akan terkena imbasnya. Dengan demikian, dia menghimbau perbankan untuk lebih berhati-hati bila ingin menginvestasikan uangnya ke perusahaan-perusahaan yang terkait dengan kasus serupa.
Oxfam mendukung pengembangan sustainability dan bagaimana enforce. Kami juga mobilizing ke pembeli terkait kelapa sawit dan bank yang mau investasi di situ, katanya.