Bisnis.com, JAKARTA – Penempatan dana perbankan di surat berharga terus meningkat sebagai respons atas perlambatan permintaan kredit di sektor riil.
Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi memprediksi, pada 2018 penempatan dana di surat utang, terutama surat berharga negara, masih berpotensi naik.
Menurutnya, minat bank tetap tinggi untuk menumpuk dana pada instrumen surat berharga negara (SBN) tradeable lantaran lebih aman dari segi risiko.
"Karena SBN yang dianggap tidak ada atau kecil risiko default-nya, lebih aman daripada kredit yang ada risiko default-nya. Dari segi yield SBN juga cukup atraktif walaupun di bawah suku bunga kredit," kata Eric kepada Bisnis, Selasa (17/10).
Selain itu, agresifitas bank menumpuk dana di surat berharga dipengaruhi oleh kebijakan Bank Indonesia yang memperbolehkan bank memegang SBN sebagai cadangan sekunder dalam rangka giro wajib minimum sekunder.
"Tahun depan, porsi penempatan dana di SBN masih bisa naik," kata Eric. Kendati begitu, menurutnya, porsi penyaluran kredit ke pihak ketiga masih akan jauh lebih besar daripada porsi penempatan dana di SBN.
Hal ini lantaran bank masih membidik perolehan pendapatan bunga dari pinjaman ke pihak ketiga yang lebih tinggi. Di sisi lain, suplai SBN masih relatif terbatas sesuai dengan kebutuhan APBN. Artinya, pasar masih belum terlalu besar.
Sejumlah bank mencatat kenaikan kepemilikan surat berharga, salah satunya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam laporan presentasi perusahaan BNI melaporkan penempatan dana di surat berharga per kuartal III/2017 naik Rp8,8 triliun menjadi Rp32,17 triliun. Nilai tersebut tumbuh 37,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun, penempatan dalam SBN/surat utang negara (SUN) per akhir September mencapai Rp71,9 triliun, naik 18,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan penempatan di surat berharga dan SBN / SUN tersebut di atas pertumbuhan kredit BNI sebesar 13,3% (yoy) menjadi Rp480,5 triliun. Di lain pihak, penempatan di bank lain dan BI justru turun 24,2% (yoy) dari Rp26,2 triliun menjadi Rp19,8 triliun pada kuartal III/2017.
Direktur Tresuri & Internasional BNI Panji Irawan menuturkan pertumbuhan penempatan dana di surat berharga lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit.
“Penempatan BNI di marketable securities & obligasi pemerintah per 30 September 2017 tumbuh 23,5% [yoy] dan 17,9% [ytd]. Pertumbuhan kredit per 30 September 2017 tumbuh 13,1% [yoy] dan 6,9% [ytd]," kata Panji kepada Bisnis, Selasa (17/10).
Dia menuturkan pertumbuhan portofolio surat berharga BNI terutama ditopang oleh pertumbuhan portofolio obligasi pemerintah seiring dengan perbaikan rating dan outlook Indonesia. Selain itu, portofolio obligasi korporasi juga mengalami peningkatan.
Kondisi BNI itu sejalan dengan perkembangan perbankan secara umum. Dalam data Statistik Perbankan Indonesia yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penempatan di surat berharga oleh bank umum per Juli 2017 mencapai Rp933,2 triliun, tumbuh 10,4 (yoy) dari posisi Rp845 triliun.
Dari jumlah itu, instrumen obligasi mendapat porsi penempatan terbesar yakni sebesar Rp589,9 triliun. Bila dibandingkan dengan Juli 2016, penempatan di obligasi tumbuh 8,85% dari posisi Rp541,9 triliun.
Adapun penempatan di SBN terus menunjukkan tren kenaikan ke level Rp45,8 triliun. Sebaliknya, penempatan dana di SBI justru menunjukkan penurunan menjadi Rp41,29 triliun pada Juli 2017, dari posisi Desember 2016 sebesar Rp96,1 triliun. Terakhir, penempatan pada surat berharga di luar ketiga instrumen tersebut mencapai Rp256 triliun.
Dilihat dari data DJPPR Kementerian Keuangan, bank masih konsisten menambah kepemilikan pada SBN tradeable kendati sentimen global menyebabkan pasar obligasi dalam negeri tertekan.
Sampai Jumat (13/10) kepemilikan SBN tradeable oleh institusi perbankan mencapai Rp595,32 triliun, meningkat 49% dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu (year to date/ytd) sebesar Rp399,46 triliun.
Pertumbuhan kepemilikan bank pada SBN tradeable tahun ini juga lebih cepat dibandingkan tahun lalu yang hanya 31% yoy.
Bank masih menjadi institusi yang paling stabil dan konsisten menambah kepemilikannya pada instrumen SBN tradeable dan menjadi pengimbang pasar yang melakukan aksi beli di saat asing terus mengurangi kepemilikan pada instrumen itu.
Apabila dibandingkan dengan institusi lainnya, termasuk asing, pertumbuhan kepemilikan perbankan pada SBN tradeable jauh lebih cepat tahun ini.