Bisnis.com, JAKARTA - Digitalisasi perbankan memberikan dampak positif terhadap efisiensi perbankan. Beban biaya operasional diyakini menurun apabila menggunakan teknologi digital. Namun, diperlukan biaya tidak sedikit untuk menyulap layanan bank secara tradisional menjadi digital.
Sejumlah studi menyebutkan digitalisasi perbankan akan menekan biaya operasional hingga 90%. Menurut Direktur PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. Kharim Indra Gupta Siregar, perusahaan teknologi finansial hanya membutuhkan 10% -20% untuk biaya operasional.
"Tentunya efisiensi perbankan akan sangat baik sehingga biaya pelayanan akan turun, akan tetapi secara bersamaan juga mempengaruhi berkurangnya sumber pendapatan bank kalau pelayanan nasabah berubah 100% menjadi digital," ujarnya dalam seminar Disrupsi Digital di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Senin (5/2/2018).
Sebagai gambaran, perbankan dapat menghabiskan sekitar US$100 setiap tahun untuk melayani satu nasabah secara tradisional. Jika menggunakan sistem digital, biaya yang dikeluarkan per tahun hanya US$5 per nasabah.
Untuk membuka rekening, selisihnya bisa mencapai 75%. Artinya, membuka rekening secara digital lebih murah dibandingkan dengan konvensional. Bahkan, untuk transaksi atau pembayaran secara digital, biaya yang dikeluarkan terpangkas hingga 95%. Secara total, digitalisasi perbankan menciptakan efisiensi hingga 80% - 90% untuk melayani satu nasabah.
Namun, seperti disampaikan Kharim ada potensi pendapatan yang hilang jika menggunakan layanan digital, seperti biaya setor tunai, komisi dari pembayaran di merchant, hingga biaya transfer. “Tapi bank tak perlu risau karena bisa dikompensasi dari biaya efisiensi,” ujarnya.
Yang menjadi masalah adalah butuh modal besar untuk menuju digitalisasi tersebut. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir BTPN telah mengeluarkan dana hingga Rp1,2 triliun untuk investasi di digital banking.
Bank pelat merah pun tak mau ketinggalan untuk mendorong digitalisasi layanan. Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Achmad Baiquni mengatakan pihaknya mengalokasikan Rp3 triliun hingga 2019 untuk belanja modal investasi teknologi. “Kami menyediakan Rp1 triliun untuk 3 tahun ke depan,” ujarnya.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. mengalokasikan dana sebesar Rp2,5 triliun untuk belanja teknologi pada tahun lalu. Direktur Konsumer Bank BRI Sis Apik Wijayanto mengatakan investasi tersebut juga akan digunakan sebagai modal pembangunan cabang digital.
Saat ini BRI memiliki 13 cabang digital yang tersebar di 10 pusat perbelanjaan dan tiga bandara di beberapa kota. Sampai akhir tahun, BRI menargetkan mampu memiliki 25 cabang digital.
"Untuk cabang konvensional, tidak kami tutup, tetapi kalau kurang produktif mungkin akan kami relokasi. Kami juga akan lebih selektif dalam membangun cabang konvensional yang baru," ujarnya.
Sementara itu, sekitar 55% dari total belanja modal PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau sekitar Rp1,4 triliun terserap untuk pengembangan teknologi. Adapun, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. pada 2017 merealisasikan belanja modal Rp337 miliar. Alokasi dana sekitar 20% atau Rp66 miliar dihabiskan untuk pengembangan teknologi.
Dari bank swasta, PT Bank Commonwealth juga termasuk dari salah satu bank yang akan fokus pada pengembangan bisnis dengan sejumlah produk dan layanan perbankan berbasis digital seperti Tyme Digital, Dynamic Model Portofolio dan AutoInvest.
Head of Wealth Management and Retail Digital Business Bank Commonwealth Ivan Jaya, mengatakan digitalisasi akan menjadi agenda Commonwealth sepanjang 2018.
Bank Commonwealth diketahui telah menggelontorkan dana US$5 juta atau sekitar Rp65 miliar pada 2017 untuk pengadaan 50 mesin Tyme Digital.
Anak perusahaan Commonwealth Bank of Australia (CBA) yang berbasis di Sydney tersebut melaporkan 80%-90% pembukaan rekening hingga akhir 2017 dilakukan secara digital melalui dari mesin Tyme Digital yang tersedia di 50 titik di sekitar Jabodetabek, Bandung dan Surabaya.
“Dalam waktu 12 bulan ke depan kami ingin ada sekitar 300 mesin Tyme Digital di Indonesia,” katanya.
Tak mau ketinggalan, PT Bank BNI Syariah telah menyiapkan dana Rp300 miliar untuk pengembangan teknologi informasi khususnya digital banking.
Pelaksana Tugas Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo mengatakan, dana tersebut berasal dari suntikan modal induk yakni BNI pada awal tahun ini sebesar Rp1 triliun.
Saat ini BNI Syariah telah meluncurkan beberapa produk perbankan digital berbasis Android seperti Hasanahku, Wakaf Hasanah dan Hasanah Personal.
Direktur Bisnis BNI Syariah Dhias Widhiyati mengatakan tahun ini perseroan tengah mengembangkan produk layanan umrah melalui aplikasi Hasanah Personal sehingga jamaah dapat memesan paket umrah secara online.
Pengamat Ekonomi UI Muhamad Chatib Basri, menganggap perkembangan teknologi digital dalam industri perbankan dapat dilihat sebagai kesempatan maupun tantangan. Kesempatan bagi bank untuk melakukan efisiensi, dan tantangan untuk berinvestasi.
Bank pun tidak bisa berdiam diri dengan memanfaatkan digitalisasi semata, tetapi juga harus bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial dan telekomunikasi untuk mengembangkan bisnisnya.
Dan semua itu memang membutuhkan investasi tidak sedikit. Hanya bank berkantong tebal yang akan mampu bertahan pada era disruptif saat ini. Pepatah di Jawa pun berlaku, Jer Basuki Mawa Beya, ada pengorbanan yang harus dibayar jika ingin berhasil. (Ropesta Sitorus/Hendri T. Asworo)