BISNIS.COM, JAKARTA--Industri pembiayaan diperkirakan tumbuh stagnan pada tahun ini akibat masih tertahan oleh pemberlakuan aturan uang muka minimal serta penurunan harga komoditas yang berpengaruh pada kemampuan daya beli masyarakat.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia mengatakan pertumbuhan pembiayaan akan berjalan stagnan karena aturan uang muka minimal sangat berpengaruh terhadap angka penjualan kendaraan bermotor roda dua. Padahal, motor roda dua merupakan kontributor terbesar dalam industri pembiayaan, mencapai sekitar 35%-45% dari total pembiayaan yang disalurkan.
"Kami perkirakan akan flat atau naik maksimal 10%," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/3).
Hal serupa dikatakan oleh I Dewa Made Susila, Direktur Keuangan PT Adira Dinamika Multifinance. Dewa memperkirakan kinerja industri multifinance masih sangat terpengaruh oleh aturan uang muka minimal untuk pembiayaan kendaraan bermotor. Terlebih, pada awal tahun lalu kebijakan pembatasan uang muka ini juga diterapkan kepada pembiayaan syariah.
Kinerja Adira Finance juga terpengaruh oleh aturan tersebut. Pada 2012, perseroan mengalami penurunan laba bersih sebesar 10,7%, dari Rp1,58 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp1,41 miliar.
Made mengatakan penjualan motor baru secara industri turun hingga sekitar 12%. Hal itu mempengaruhi realisasi pembiayaan motor baru yang disalurkan perseroan, yang berjalan stagnan dibandinkan tahun sebelumnya yakni dari Rp32,4 triliun pada 2011 menjadi Rp32,5 triliun pada 2012.
"Pasar motor turun hingga 12%, namun kami dapat menahan penurunan karena ditopang pembiayaan dari segmen motor bekas dan mobil," ujarnya.
Kendaraan bermotor roda dua masih mendominasi pembiayaan yang disalurkan perseroan, yang pada 2012 mencapai 43% dari total pembiayan, disusul oleh mobil baru sebesar 28%, motor bekas sebesar 17% dan mobil bekas sebesar 12%.
Menurunnya laba Adira Finance, lanjutnya, juga disebabkan oleh sejumlah hal lain seperti strategi pencadangan kerugian kredit yang ditetapkan lebih besar dibandingkan rata-rata industri. Dalam hal ini, katanya, perseroan membuat pencadangan berdasarkan data record kerugian yang dicatat sendiri yakni sekitar 3,5% dari nilai pembiayaan. Sebelumnya, perseroan hanya menyediakan cadangan sebesar 1% pada awal booking pembiayaan.
(Faa)