BISNIS.COM, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Indonesia (AAUI) Julian Noor menegaskan bahwa tidak ada praktik kartel dalam penetapan rate acuan premi acuan untuk asuransi banjir.
Dia mengaku pihaknya telah memenuhi panggilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan praktik kartel dalam penetapan rate tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, AAUI menjelaskan latar belakang penetapan rate acuan khusus untuk premi asuransi untuk melindungi risiko banjir.
"Jika yang dikhawatirkan adalah praktik kartel sebagaimana yang terjadi dalam kasus bawang, yakni ketika pedagang bersepakat agar harga bawang tinggi dan merugikan masyarakat, maka hal itu tidak terjadi dalam asuransi banjir ini,” terangnya kepada Bisnis, Minggu (31/3/2013).
Menurut dia hal itu karena justru premi untuk risiko banjir hampir tidak ada harganya sehingga berpotensi merugikan nasabah ketika perusahaan asuransi tidak mampu membayar klaim.
Julian menjelaskan latar belakang penetapan rate premi acuan untuk risiko banjir adalah karena melihat kondisi premi asuransi properti sudah semakin turun akibat persaingan harga. Lebih dari itu, nilai premi untuk risiko perluasan seperi risiko banjir hampir tidak diperhitungkan.
Melihat kondisi tersebut, lanjutnya, AAUI kemudian bekerjasama dengan PT Asuransi Maipark Indonesia sebagai konsorsium asuransi bencana alam untuk menghimpun data statistik mengenai risiko banjir dan data kerugian akibat banjir.
Julian juga menegaskan pihaknya mengeluarkan rate premi acuan tersebut hanya sebagai panduan bagi anggota asosiasi dan tidak bersifat mengikat.
“Tidak ada punishment, hanya sebagai panduan bagi anggota asosiasi untuk menetapkan premi. Ini sebagai bentuk kewajiban moral karena kami melihat kondisinya perlu diperbaiki,” katanya.
Karena bersifat sukarela, Julian mengakui premi acuan tersebut tidak akan terlalu efektif untuk mendongkrak premi asuransi properti. Oleh karena itu, lanjutnya, AAUI menyerahkan keputusan kepada regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menindak lanjutinya.