Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menilai Bank Indonesia memiliki dilema dalam mengambil kebijakan suku bunga guna meredam tekanan inflasi yang tinggi karena dapat memperlambat perekonomian
Secara teori, tuturnya, inflasi yang tinggi bisa diredam dengan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate). “BI akan wait and see apakah inflasi ini permanen atau sementara. Bila dinilai permanen maka BI Rate kemungkinan naik sekitar 25-50bps,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (14/8/2013).
Namun, bila dirasa tekanan inflasi hanya terjadi sementara, maka BI akan mempertahankan suku bunga acuan pada level 6,5%. “Apalagi inflasi Juli yang cukup tinggi lebih dipengaruhi faktor Lebaran dan kenaikan harga BBM yang mungkin akan berkurang tekanannya pada bulan berikutnya,” jelasnya.
Meski demikian, lanjutnya, kenaikan BI Rate akan mendorong ekonomi tumbuh lebih lambat, terutama pada investasi. “Di saat konsumsi melambat akibat kenaikan harga BBM dan inflasi yang tinggi, hanya investasi yang bisa diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Pada triwulan II lalu ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,81% jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan BI maupun pemerintah. BI dan Pemerintah telah pemistis dapat meraih target pertumbuhan ekonomi sesuai APBN 2013 yakni 6,3%.
“BI tentunya harus berperan agar ekonomi Indonesia tidak semakin melambat dengan membuat kebijakan yang tepat,” ujarnya.
Besok, Kamis (15/8) Bank Indonesia akan menggelar Rapat Dewan Gubernur guna merespon kondisi perekonomian terkini. “Kami akan merespon tekanan inflasi dengan bauran kebijakan,” ujar Gubernur BI Agus Martowardojo awal pekan ini.