Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia menyatakan pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi pada hari ini, Senin (19/8/2013) sejalan dengan depresiasi mata uang regional dan faktor defisit transaksi berjalan triwulan II yang melebar menjadi 4,4% dari Produk Domestik Bruto.
Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) mengatakan kondisi pergerakan Rupiah sebenarnya mengikuti perkembangan mata uang regional yang masih terdepresiasi akibat ketidakpastian pengurangan (tapering off) stimulus moneter di Amerika Serikat.
“Sekarang isu tapering off AS sudah bergerak ke arah politik. Siapapun yang memproyeksi tapering off akan menuju pada spekulasi siapa yang menjadi Gubernur Bank Sentral AS [The Fed],” ujarnya, Senin (19/8/2013).
Selain faktor eksternal, BI juga mengakui pelebaran defisit transaksi berjalan juga mempengaruhi sentimen investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
“Defisit transaksi berjalan melebar karena ekspor Indonesia belum meningkat akibat permintaan global masih rendah. Selain itu, impor Indonesia juga masih tinggi yang sebagian untuk tujuan konsumtif,” ujarnya.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan II menembus US$9,8 miliar atau 4,4% dari PDB. Defisit tersebut melebar dari triwulan sebelumnya yang tercatat US$5,8 miliar atau 2,6% dari PDB.
Meski demikian, bank sentral optimis defisit transaksi berjalan pada triwulan III dan IV akan menyempit seiring dengan melambat impor. Selain itu, transaksi modal dan finansial pada triwulan III dan IV juga akan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sehingga neraca pembayaran Indonesia semakin membaik.
“Ujungnya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah akan semakin berkurang,” ujarnya.
Perry menegaskan BI akan tetap melakukan monitoring terhadap pasar untuk melakukan stabilisasi Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya. Meski demikian, dia menyoroti pergerakan nilai tukar Rupiah tidak hanya tergantung pada kondisi transaksi berjalan, namun juga kondisi global khususnya isu tapering off di AS.
“Namun kami meyakini investor asing akan mencari negara berkembang seperti Indonesia karena mereka membutuhkan tempat untuk berinvestasi,” ujarnya.
Nilai tukar Rupiah terpuruk 1,11% menjadi Tp10.569/US$ pada pukul 11:53:35 WIB. “Awan negatif belum beranjak dari Rupiah seiring masih kuatnya nilai tukar Dolar AS,” ujar Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada.