Bisnis.com, JAKARTA—Posisi Jepang, sebagai pusat valuta asing terbesar Asia, tergeser Singapura untuk pertama kalinya akibat pesatnya perdagangan di negara pulau itu dalam 3 tahun terakhir.
Prestasi Singapura tersebut terungkap dalam survei 3 tahunan oleh Bank for International Settlements (BIS) yang dirilis baru-baru ini. BIS melaporkan volume rata-rata valuta asing harian di Singapura naik 44% menjadi US$383 miliar pada April.
Pada periode yang sama tahun lalu, volume valas Singapura bernilai US$266 miliar. Sementara itu, volume suku bunga derivatif rata-rata juga naik 6% manjadi US$37 miliar selama kurun waktu yang sama, yang tertinggi di Asia setelah Jepang.
“Singapura benar-benar telah menetapkan dirinya sebagai pusat perdagangan valas,” ujar Khoon Goh, ahli strategi nilai tukar senior di Australia & New Zealand Banking Group Ltd. sebelum dirilisnya laporan, Kamis (5/9/2013).
Sebagian dari kebangkitan itu, lanjutnya, didorong oleh naiknya signifikansi mata uang Asia dan zona waktu Singapura sangat sesuai untuk itu.
Menurut data BIS, Singapura kini berada tepat di belakang Inggris dan Amerika Serikat dalam pasar perdagangan valuta global senilai US$6,67 triliun.
PASAR VALAS ASEAN
Pasar valas negara Asia Tenggara itu bertumbuh, terutama setelah pemerintah menawarkan insentif guna mendongkrak
pasar keuangan. Akibatnya, industri fund management di sana juga menguat. Lebih dari 500 perusahaan manajemen aset mengelola sekitar US$1 triliun di Singapura.
“Pertumbuhan kekuatan kami di bidang valuta asing adalah faktor kunci bagi pembangunan pasar modal dan aktivitas manajemen aset,” ujar Jacqueline Loh, Deputi Direktur Pelaksana Otoritas Moneter Singapura dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip Bloomberg.
Dia menambahkan penguatan itu menempatkan pusat keuangan Singapura ke posisi yang lebih baik untuk memberi layanan investasi dan manajemen risiko yang dibutuhkan oleh institusi keuangan dan korporasi di seluruh Asia.
Dari data BIS, terungkap nilai perdagangan valuta asing di seluruh dunia naik ke level rata-rata US$5,3 triliun per hari pada April tahun ini. Kenaikan itu didorong oleh tingginya volume yen.
Nilai tukar yen Jepang menguat signifikan antara 2010—2013, demikian pula nilai tukar di beberapa negara berkembang.
“Dolar AS masih menjadi mata uang dominan, yang menguasai 87% dari total perdagangan April. Euro menyusul, tapi sharenya anjlok 33% pada April 2013 dari 39% periode yang sama 3 tahun lalu,” papar BIS.
Menurut BIS, perdagangan valuta asing masih terkonsentrasi di pusat-pusat keuangan terbesar dunia. April tahun ini, penjualan di Inggris, AS, Singapura, dan Jepang mendominasi 71% total perdagangan valas, padahal share
mereka 3 tahun lalu hanya 66%. (ltc)