Bisnis.com, JAKARTA - Ekspansi maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) dinilai tidak akan terpengaruh, meski pemerintah mendesak BUMN menunda pembelian pesawat baru di tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Handrito Hardjono mengemukakan pihaknya masih akan melihat situasi makroekonomi ke depan.
Namun, pengembangan armada perusahaan penerbangan itu sebenarnya memakai pola hak sewa operasi (operating lease) sehingga utang pembelian pesawat tersebut bukan menjadi beban perseroan melainkan lessor.
“Keadaan seperti ini malah akan mengurangi beban Garuda,” tegasnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Sabtu (7/9/2013).
Penerbangan termasuk industri padat modal sehingga para pemain di industri ini akan berupaya menyiasati biaya operasional (operation cost) yang tinggi, termasuk salah satunya dalam hal pengadaan pesawat yang merupakan aset utama di bisnis ini.
Skema yang paling favorit untuk para pelaku industri dalam pengadaan pesawat adalah skema leasing atau hak sewa operasi.
Leasing merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh para perusahaan penerbangan negara maupun swasta dalam rangka penambahan armada pesawat udaranya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Garuda Indonesia telah mendatangkan 20 pesawat baru sepanjang paruh pertama tahun ini sebagai bagian dari pengembangan bisnis perusahaan penerbangan pelat merah itu.
Pesawat baru yang telah datang itu, terdiri dari empat unit pesawat B737-800 NG, satu unit pesawat A330-200, enam unit pesawat CRJ-1000 NextGen, satu unit pesawat B777-300ER, dan delapan unit pesawat A320-200.
Pada tahun ini, Garuda Indonesia dan Citilink selaku anak usaha akan mendatangkan 24 pesawat baru untuk mendukung penguatan dan pengembangan jaringan penerbangan nasional maupun internasional.
Sebelumnya, Kementerian BUMN mendukung imbauan agar perusahaan pelat merah menunda pembelian pesawat baru di tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Menteri BUMN Dahlan Iskan menegaskan impor pesawat itu berkontribusi besar terhadap devisa negara, meski jumlah pembeliannya sedikit.
“Tentang imbauan agar BUMN menunda pembelian pesawat-pesawat baru, saya mendukung keinginan itu. Impor pesawat itu, meski jumlahnya sedikit, tapi makan devisanya sangat besar,” ujarnya dalam pesan singkat dari Boston, Amerika Serikat, Jumat (6/9/2013).
Menurut Dahlan, langkah itu dilakukan untuk meredam dampak dari anjloknya nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS.
Menteri Keuangan M Chatib Basri menginstrusikan kepada perusahaan BUMN untuk mengurangi impor pembelian barang modal impor.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengeluaran pemerintah atas barang impor, mengingat pergerakan rupiah masih terus mengalami tekanan, bahkan telah melewati Rp11.000 per dollar AS.