Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SEJAK awal September ini, dua lembaga pemeringkatan internasional Fitch Ratings dan Moody’s melansir penilaian terhadap performa industri perbankan di Indonesia, terutama kiprah bank-bank besar.

Dimulai dari Fitch yang pada 2 September 2013 memotret daya tahan perbankan di Indonesia dalam menyikapi kondisi gejolak finansial di dalam dan luar negeri.

Bagi Fitch, bank-bank papan atas di Tanah Air relatif tahan banting menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah, karena rendahnya eksposur valuta asing, kekuatan penyerapan risiko, dan dukungan kepemilikan asing.

Net open position yang cukup rendah terhadap pembiayaan berdenominasi valuta asing turut membantu bank-bank menekan potensi risiko dari merosotnya nilai tukar rupiah, yang telah anjlok 11% selama tahun ini.

Depresiasi nilai tukar rupiah ini dinilai lebih buruk daripada mata uang negara lain di Asia.

 

Bantalan risiko bagi bankir papan atas juga masih empuk karena bank yang dikelolanya mencatatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di level 18% dan 16% terhadap Tier-I, sedangkan rasio non performing loan (NPL) hanya 2%.

Di sisi lain, kepemilikan mayoritas bank besar di Indonesia oleh investor bank regional dan global juga membantu untuk menopang kinerja bank. Tak jauh berbeda, Moody’s juga menempatkan bank-bank besar dengan rating yang membuat bankir dan para pemegang sahamnya turut berbangga.

Dalam publikasi Moody’s bertajuk Komparasi Peer Empat Bank Besar di Indonesia (9/9), peringkat PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) masuk rating investment grade, prospek tertinggi untuk pertama kali sejak krisis finansial 1997/1998.

Peringkat kedua bank tersebut menyamai PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk.

“Posisi tersebut juga merupakan sama dengan rating pemerintah,” ujar laporan Moody’s tersebut. Mandiri dan BNI disebut Moody’s, memiliki profil yang sama sebagai bank korporasi dan tangguh dengan kekuatan likuiditas tersolid di Tanah Air.

Namun, kualitas aset Mandiri relatif tak setangguh BCA dan BRI, sedangkan BNI masih harus mengejar profitabilitasnya.

Menariknya, BCA menjadi satu-satunya bank swasta yang mencuat karena dalam sewindu terakhir memantapkan diri sebagai bank dengan profitabilitas tinggi, terutama dengan layanan jasa pembayaran dan pengelolaan biaya. Sayangnya, peran BCA dinilai Moody’s tak terlalu tampak di segmen mikro.

Menurut Moody’s, keempat bank tersebut menguasai 45% pangsa pasar simpanan nasabah dan 43% total kredit per akhir Juni 2013.

Lembaga rating itu menilai, keempat bank besar ini masih memiliki posisi yang nyaman dari sisi likuiditas dan pengelolaan suku bunga di tengah kebijakan moneter yang ketat oleh BI.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk Gatot M. Suwondo menilai kondisi perbankan secara umum dalam negeri masih cukup baik, meski kondisi ekonomi dalam negeri bergejolak.

“Secara fundamental bank masih cukup solid. Loan to deposit ratio (LDR) antara 85%-86% itu berarti likuiditas terjaga. NPL juga relatif rendah di bawah 3%. Itu menunjukkan bank pemerintah cukup kuat menahan tekanan,” katanya.

 

Selengkapnya baca: http://epaper.bisnis.com/index.php/ePreview?OldID=19#

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fahmi Achmad
Editor : Yusran Yunus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper