Bisnis.com, BATAM - Bank Indonesia membutuhkan tambahan instrumen pada sektor rill untuk mengoptimalkan kinerja pengendalian inflasi pasca dialihkannya kewenangan pengawasan perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Umar Juoro, mengatakan, penambahan instrumen kewenangan perlu dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Bank Indonesia (UU BI). “Kami harapkan pada revisi UU Bank Indonesia nanti, BI dimungkinkan bisa ada peran di sektor riil,” ujarnya sebelum pertemuan Pemimpin Bank Indonesia se-Sumatra di Batam, Kamis (10/10/2013).
Dia menjelaskan penambahan instrumen itu khususnya dibutuhkan untuk pangan dan energi, dua sektor yang paling mempengaruhi laju inflasi. “Konkritnya, seperti Bulog. Bulog itu kan kesulitan mendapatkan dana pada waktu stabilitas pangan. Mestinya kan dia dapat, Pertamina saja dapat. Kalau membutuhkan dana besar dan difasilitasi oleh BI, Bulog mestinya juga bisa".
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah mengatakan BI tidak memiliki instrumen di tingkat daerah.
Selama ini, kontribusi kinerja untuk pengendalian inflasi yang diberikan BI dilakukan dengan memanfaatkan forum konsultasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
“Jadi kalau ada harga yang naik, kita akan cari bagaimana mengendalikannya bersama pemda karena tidak semua bisa diselesaikan. BI sendiri harus kerja sama dengan pemda,” ujarnya.