Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Sepakat Soal Debt Ceiling, Mata Uang Asia Kompak Menguat

Kesepakatan batas atas hutang (debt ceiling) Amerika Serikat menggiring penguatan hampir seluruh mata uang di kawasan Asia Pasifik, termasuk rupiah.
Mata Uang Asia/JIBI
Mata Uang Asia/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA—Kesepakatan batas atas hutang (debt ceiling) Amerika Serikat menggiring penguatan hampir seluruh mata uang di kawasan Asia Pasifik, termasuk rupiah.

Pada penutupan bursa Kamis (17/10) rupiah menguat tipis 0,63% ke posisi Rp11.125 per dolar AS di Bloomberg Dollar Index. Adapun Bank Indonesia menetapkan nilai tengah rupiah pada Rp11.351, melemah dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya pada Rp11.316.

Menurut analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, efek debt ceiling sudah melemah dan tak terlampau berpengaruh pada pasar.

“Sebenarnya debt ceiling sudah tidak memiliki bobot lagi, ini hanya momentum terakhir. Tidak terlalu [besar] efek kejadian di Amerika,” kata Lukman pada Bisnis kemarin

Dia memprediksi, pergerakan rupiah tak akan jauh—jauh dari kisaran Rp11.000 per dolar. Namun, dia menambahkan, kecenderungan pergerakan tersebut akan menguat. Pasalnya faktor kekhawatiran, baik dari dalam maupun luar negeri, relatif berkurang.

Senada dengan Lukman, Kepala Analis PT Trust Securities, Reza Priyambada, memaparkan rupiah masih punya peluang menguat. Hal ini juga berlaku untuk mata uang Asia lainnya, terutama yen dan yuan yang dilirik pasar sebagai safe haven saat dolar AS beresiko.

Saat ini, menurut Reza, pelaku pasar masih  euforia pascakesepakatan di AS. Usai isu debt ceiling mereda, kepastian pengurangan stimulus moneter Federal Reserve (the Fed) untuk ekonomi AS (tapering) akan kembali menjadi fokus pasar.

Dia menambahkan, jika sesuai jadwal, rapat Fed Open Market Committee (FOMC) akan digelar minggu depan. Namun Lukman meniai, hal ini tak terlampau mempengaruhi rupiah dan mata uang lainnya. Kondisi ini akan lebih dimanfaatkan para trader yang bertransaksi untuk jangka pendek.

Dengan kondisi demikian, Lukman memaparkan pergerakan akan bersifat teknikal. Tak akan ada kenaikan atau penurunan signifikan. “Rp11.000 [adalah posisi] nyaman, tidak bakal [ke] Rp10.000 dan [melemah ke] Rp12.000,” katanya.

Reza mengungkapkan pelemahan dolar harus dimanfaatkan pemerintah untuk memperbaiki posisi mata uang garuda ini. Hal ini, kata dia, untuk bersiap—siap saat ada tekanan dari faktor eksternal sehingga rupiah tak akan terkoreksi terlalu dalam.

Pada penutupan bursa kemarin, sejumlah mata uang Asia kompak menguat terhadap dolar AS. Yen dan yuan masin-masing menguat 0,75% ke posisi 98,03 yen dan 0,05% ke level 6,09 yuan per dolar.

Ringgit tercatat naik 0,73% menuju 3,15 per dolar; rupee menguat 0,89% menjadi 61,29; dan won menguat 0,20% ke posisi 1.063,58.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper