Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja pembiayaan industri perbankan syariah semakin melambat pada akhir kuartal III/2013 dengan pertumbuhan 31% menjadi Rp177,4 triliun, lebih rendah dari realisasi semester I yang mencatat pertumbuhan 45,61%.
Kinerja tersebut di bawah skenario pertumbuhan moderat dalam outlook Perbankan Syariah Bank Indonesia 2013. Dalam skenario moderat, pembiayaan akan tumbuh 43% menjadi Rp211 triliun pada akhir 2013, sementara aset tumbuh 44% jadi Rp269 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 23% jadi Rp177 triliun.
Sementara dalam skenario pesimis, bank sentral mengharapkan pembiayaan tumbuh 36% menjadi Rp200 triliun, DPK tumbuh 17% jadi Rp168 triliun dan aset naik 36% jadi Rp255 triliun.
Edy Setiadi, Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia, mengakui sulit untuk mencapai target moderat pada tahun ini bila melihat pertumbuhan sampai September 2013. “Mungkin akan sedikit di bawah moderat,” ujarnya, Kamis (31/10/2013).
Proyeksi tersebut, tuturnya, berdasarkan tren dalam beberapa tahun terakhir bahwa pada kuartal IV industri lebih banyak meningkatkan DPK, ketimbang pembiayaan. “Ini merupakan gejala normal tiap akhir triwulan IV dengan tujuan meningkatkan aset,” ujarnya.
DPK yang dihimpun oleh industri syariah pada akhir September menembus Rp171,9 triliun meningkat 29% dibandingkan dengan setahun lalu. Pertumbuhan DPK tersebut telah melampaui skenario optimis bank sentral yakni tumbuh 29% sepanjang 2013 menjadi Rp186 triliun.
Edy menjelaskan melambatnya pertumbuhan industri pada triwulan III karena adanya kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) yang mendorong peningkatan biaya dana. “Karena menyesuaikan BI Rate sehingga DPK mahal. Akibatnya DPK tidak meningkat dan pembiayaan juga melambat,” ujarnya.
Apalagi, tuturnya, ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi juga melambat pada tahun ini. Industri cenderung konservatif untuk menyalurkan pembiayan agar rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) tidak meningkat. “Kalau pembiayaan dilanjutkan maka ada risiko meningkat. Akibatnya NPF bakal meledak,” ujarnya.
Peningkatan NPF sebenarnya telah terlihat pada akhir Agustus, yang menembus 3,01%, yang merupakan posisi tertinggi sejak 2011 lalu. Nominal NPF menembus Rp5,25 triliun dengan tingkat kolektif lima atau macet mencapai Rp2,55 triliun dan merupakan rekor tertinggi.
Imam T. Saptono, Direktur Bisnis BNI Syariah, mengatakan pelambatan di industri syariah sejalan dengan industri perbankan secara keseluruhan. “Ini hanya siklus aja dan kami optimistis kinerja akan tumbuh lagi,” ujarnya.