Bisnis.com, JAKARTA - PT Jamsostek (Persero) per 1 Januari 2014 berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pada tahun pertama, direksi akan menaikkan gaji karyawan sebesar 25%.
Tidak hanya karyawan yang bakal naik gaji, tetapi Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan dan direksi juga akan naik. Usul kenaikan gaji Dirut tengah diajukan ke Kementerian Keuangan dengan usul kenaikan hingga 500%. Dari Rp120 juta per bulan menjadi Rp530 juta per bulan.
Menanggapi hal itu, Pengamat BUMN Said Didu, menilai usulan kenaikan gaji yang mencapai 500% itu tidak rasional. Dari sisi jumlah kelolaaan pun masih kalah dengan perusahaan lain seperti Pertamina dan Bank Mandiri. Hingga akhir tahun lalu Jamsostek memiliki dana kelolaan Rp143,62 triliun.
"Usul kenaikan itu jelas tidak rasional. Jika dibandingkan dengan Pertamina, dirutnya digaji Rp230 juta dengan total aset Rp700 triliun lebih. Bank Mandiri dirutnya digaji Rp150 jutaan dengan aset ratusan triliun. Sementara BPJS Ketenagakerjaan, uang datang sendiri karena perintah undang-undang sehingga pekerja, perusahaan, membayar iuran," jelas Said Didu, kepada wartawan, Kamis (9/1/2014).
Dia juga mengingatkan dari sisi kewenangan, BPJS juga sangat powerfull karena bisa menunjuk rumah sakit rujukan dan obat. Alhasil, ia menilai usul kenaikan gaji besar tidak tepat dan dinilai tidak sensitif.
"BPJS bisa menunjuk rumah sakit hingga obat, jadi usul kenaikan gaji tidak rasional, karena dari sisi risiko jabatan juga minim. Apalagi uang yang dikelola uang pekerja uang rakyat," tandasnya.
Sekadar perbandingan, gaji Gubernur Bank Indonesia sebulan Rp199,34 juta dengan tanggung jawab mengawasi aset perbankan yang mendekati Rp5000 triliun.
Sementara itu, gaji presiden beserta tunjangannya sebesar Rp62 juta per bulan. Sedangkan dana operasional atau taktis untuk presiden adalah Rp2 miliar per bulan.
Untuk Wakil Presiden RI, gaji yang diberikan adalah Rp42,5 juta per bulan ditambah dana taktis operasional Rp1 miliar per bulan.