Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Bebankan Pungutan OJK ke Nasabah

Keluhan para bankir kian keras mengenai pungutan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan diberlakukan pada 1 Maret 2014. Kali ini nada keberatan datang dari Himpuran Bankbank Negara (Himbara)
/Ilustrasi/Bisnis.com
/Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Keluhan para bankir kian keras mengenai pungutan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan diberlakukan pada 1 Maret 2014. Kali ini nada keberatan datang dari Himpuran Bankbank Negara (Himbara).

Ketua Himbara yang juga Direk tur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., Gatot M. Suwondo menilai seharusnya pungutan tersebut tidak dibebankan kepada perbankan, tetapi kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Nantinya, perbankan cukup membayar kepada LPS.

Menurutnya, LPS merupakan lembaga negara yang memiliki kewajiban untuk menyelamatkan industri perbankan. Jika bank akan kolaps, tentu LPS yang memberikan bailout.

"Masa perbankan harus bayar, seharusnya yang concern itu LPS," katanya, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Kamis (20/2/2014).

Dia menuturkan dengan adanya pungutan dari OJK tentu akan menambah beban biaya perseroan. Menurutnya, beban biaya itu dimungkinkan akan dibebankan kepada nasabah. "Kemana lagi kami harus bebani kalau tidak kepada nasabah," ujarnya.

Perpres Premi OJK telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mulai 1 Maret 2014, OJK akan memungut biaya dari industry keuangan termasuk perbankan.

Adapun, besaran pungutan tahunan yang akan dikenakan ke industri jasa keuangan termasuk industri perbankan adalah sebesar 0,03%—0,045% dari nilai aset.

Di luar iuran tahunan, OJK juga menetapkan sejumlah pungutan untuk biaya perizinan dan aksi korporasi.

SUKU BUNGA

Sebelumnya, Arief Harris, Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk., (BTPN) mengatakan kewajiban pembayaran iuran itu tetap akan berdampak kepada kegiatan usaha bank.

"Kami bayarlah, iuran 0,03% itu tidak membuat suku bunga menjadi naik 1%. Tetapi pasti ada pengaruhnya terhadap suku bunga," katanya, Selasa (18/2).

Kendati demikian, perseroan akan melakukan efisiensi di berbagai sisi untuk membayar iuran tersebut. Dia menegaskan iuran OJK tersebut tidak akan membebankan kepada nasabah.

Nominal 0,03% dari total aset, sambungnya, bukan merupakan sebuah masalah yang besar bagi bank-bank menengah. Baginya, justru membengkaknya biaya dana (cost of fund) harus lebih diawasi.

Dihubungi terpisah, Prof. Adler Manurung, pengamat perbankan dan pasar modal dari Sampoerna School of Business mengatakan OJK harus benar-benar mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik karena telah memungut iuran yang notabene berasal dari publik melalui lembaga jasa keuangan.

Sejauh ini, katanya, OJK belum menunjukkan kinerja yang signifikan dalam mengawasi industri jasa keuangan. "Formula penanganan dan pengawasannya masih pakai cara lama," katanya.

Adler berharap OJK semakin memperkuat pengawasan di industry perbankan, industri keuangan non bank, dan pasar modal. Lebih dari itu, dia menuntut otoritas ini mampu memberikan lebih banyak manfaat kepada publik melalui aturan-aturan yang berpihak kepada masyarakat umum.

Berdasarkan catatan Bisnis, OJK mengajukan anggaran sebesar Rp2,408 triliun untuk 2014, naik sekitar 46% dibandingkan dengan anggaran pada tahun sebelumnya sebesar Rp1,68 triliun. Biaya operasional otoritas pada 2015 belum ditentukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Nurbaiti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper