Bisnis.com, JAKARTA--Meski pertumbuhan kredit mencatatkan perlambatan, tetapi laju dana pihak ketiga tetap lambat, sehingga untuk menggenjot ekses likuiditas bank-bank memberikan bunga dana yang tinggi untuk produk simpanan.
Bank Indonesia menilai kondisi likuiditas di kalangan perbankan tidak merata. Ketidakmerataan letak likuiditas tersebut memunculkan konteks perang likuiditas atau memberikan bunga setingkat penjamin simpanan (LPS Rate) dan memberikan rate tambahan.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui bahwa kondisi likuiditas antar bank tidak merata. Menurutnya, bank-bank yang kekurangan likuiditas akan menaikkan bunga supaya bisa bersaing dengan bank-bank yang punya ekses likuiditas.
“Sejumlah bank menawarkan suku bunga yang terlalu tinggi, tetapi itu berkaitan dengan kondisi likuiditas bank yang bersangkutan,” ungkapnya baru-baru ini.
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja menilai persaingan bunga dana pada kuartal II/2014 akan sama dengan kuartal sebelumnya. “Suku bunga simpanan industri perbankan di pasar sudah di level tersebut [LPS Rate],” katanya.
Namun, dia meyakini kondisi likuiditas akan melonggar pada paruh kedua tahun ini jika pelaksanaan pemilihan presiden berjalan lancar dan sesuai dengan ekspektasi pasar. Sebab, saat ini, pada pemilik dana umumnya masih bersikap wait and see sambil menunggu arah perkembangan politik.
Berdasarkan Statistik Moneter dan Fiskal Bank Indonesia, total kredit yang disalurkan hingga April 2014 mencapai Rp3.386 triliun, tumbuh 18,5% dari periode yang sama tahun sebelum, melambat dibanding Maret 2014 yang tumbuh 19,1%.
Sementara itu, himpunan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan masih lebih lambat dari laju kredit industri perbankan. Hingga April 2014 total DPK industri perbankan mencapai Rp3.597 triliun, tumbuh 11%, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan Maret 2014 yakni 10,3%.
Adapun komposisi simpanan DPK industri perbankan yakni giro senilai Rp792,1 triliun, tabungan Rp1.174 triliun dan deposito mencapai Rp1.630 triliun.