Bisnis.com, JAKARTA - Laba bersih keseluruhan badan usaha milik negara (BUMN) yang mencapai 138 perusahaan ternyata kalah besar ketimbang laba bersih Petronas Malaysia.
Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng mengatakan laba 138 perusahaan pelat merah masih kalah dibandingkan keuntungan Petronas, perusahaan milik pemerintah Malaysia yang mencapai US$20 miliar. Seluruh BUMN Indonesia tercatat hanya meraup laba bersih US$13,5 miliar.
"Satu BUMN Malaysia untungnya lebih tinggi dari 138 BUMN di Indonesia," ujarnya, Selasa (26/8/2014).
Petronas, sambungnya, memiliki keunggulan karena pemerintah Malaysia memberikan kebebasan dalam menjalankan aksi korporasi secara global. Sehingga, Petronas bisa beroperasi di 32 negara hingga saat ini.
Perusahaan BUMN dinilai sulit melakukan langkah yang sama. Dia menilai perusahaan BUMN yang berekspansi ke luar negeri dipastikan akan rugi pada tahun pertama dan kedua. Namun, dinilai dari sisi hukum, hal tersebut akan dianggap sebagai kerugian negara.
Perusahaan pelat merah, katanya, dapat bersaing dengan perusahaan Petronas bahkan mampu menjadi perusahaan kelas dunia. Namun, Tanri Abeng memiliki syarat-syarat khusus agar perusahaan BUMN bisa go international.
Pertama, perusahaan BUMN dapat memperbesar kapitalisasi perusahaan. Dia mengusulkan, untuk memperbesar ukuran perusahaan dapat dilakukan dengan membentuk induk usaha atau holding company bagi masing-masing sektor usaha.
Misalnya, holding BUMN infrastruktur, semen, perkebunan, hingga keuangan. Hal tersebut dinilai dapat membuat perusahaan BUMN memiliki skala internasional.
Kedua, BUMN harus memiliki pimpinan atau Chief Executive Officer (CEO) berkelas internasional. Dia menilai, kemampuan CEO berkelas global diperlukan untuk memimpin dan membawa BUMN bersaing di pasar global.
"Masa mau ke London dengan CEO yang birokratis," selorohnya.
Kemudian ketiga, perusahaan BUMN memiliki peta rencana jangka panjang atau roadmap pengembangan BUMN. Menurutnya, roadmap dapat dijadikan panduan bagi direksi untuk membangun perusahaan BUMN di masa depan.
Kendati demikian, tidak cukup hanya roadmap. Tanri menyaratkan agar keberanian dari pucuk pimpinan perusahaan BUMN juga harus dimiliki untuk pengambilan keputusan.
Selanjutnya keempat, siapapun harus melindungi perusahaan BUMN dari intervensi politik. Baginya, intervensi politik dinilai menjadi penghambat perkembangan perusahaan BUMN termasuk rencana pembentukan holding BUMN.
"Yang belum jalan adalah korporatisasi yakni holding sektoral. Belum jalan karena banyak politisasi," paparnya.