Bisnis.com, JAKARTA - Undang-Undang tentang Perasuransian telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, (23/9/2014).
Hal tersebut sesuai dengan target Komisi XI yang menjanjikan akan menyelesaikan beleid perasuransian sebelum 30 September.
Sidang paripurna pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang tentang Perasuransian (RUU Perasuransian) pada Selasa (23/9) berjalan kurang dari satu jam.
Usai Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyampaikan laporannya, tidak satupun penolakan terdengar dari anggota dewan yang hadir.
Dalam laporannya, Andi Rahmat, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI memaparkan beberapa perubahan dari draft awal RUU Perasuransian. Selain nama yang berubah dari RUU tentang Usaha Perasuransian menjadi RUU tentang Perasuransian, ada penambahan bab juga pasal.
Jumlah pasal bertambah dari 72 menjadi 92 pasal, sedangkan jumlah bab menjadi 18, dari awalnya 15 bab. “Penambahan itu untuk mempermudah pemahaman akan RUU ini,” ujar Andi dalam laporannya.
Dia juga memaparkan beberapa hal substansi yang dalam pembahasannya cukup sering menimbulkan perdebatan antarfraksi. Salah satunya soal badan hukum asuransi. Pada akhirnya, Komisi XI menyepakati adanya bentuk usaha bersama (mutual) dan koperasi, selain bentuk perseroan terbatas.
Seperti diketahui, awalnya, pemerintah menginginkan hanya perseroan terbatas (PT) lah yang menjadi badan hukum perusahaan asuransi. Namun perdebatan kemudian muncul, sebab ada satu perusahaan asuransi yang berbentuk mutual, yakni AJB Bumiputera.
Dalam pasal 6 ayat 1 poin c UU Perasuransian disebutkan bahwa usaha bersama yang sah menjadi badan hukum asuransi adalah usaha bersama yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan. Dengan kata lain, poin tersebut terkhususkan bagi AJB Bumiputera dan tidak boleh ada perusahaan asuransi baru yang benbentuk usaha bersama.