Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah dan Cadangan Devisa Diramal Bakal Menguat Hingga Akhir 2025

Ekonom meyakini gejolak ekonomi global yang mereda memberikan sentimen positif terhadapat penguatan rupiah maupun posisi cadangan devisa Indonesia.
Pegawai melayani nasabah melakukan penukaran mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Rabu (4/6/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai melayani nasabah melakukan penukaran mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Rabu (4/6/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom meyakini penurunan tensi perang dagang secara global memberikan sentimen positif terhadapat penguatan rupiah maupun posisi cadangan devisa Indonesia. 

Office of Chief Economist (OCE) Bank Mandiri melihat sentimen pasar global mulai membaik seiring dengan dilanjutkannya dialog antara Amerika Serikat (AS) dan China, di mana pejabat senior kedua negara kembali mengadakan negosiasi perdagangan untuk meredakan ketegangan dan meninjau kembali kebijakan tarif. 

Alhasil, pembicaraan ini telah membantu meredakan kekhawatiran di pasar global dan memulihkan sebagian kepercayaan pasar dan mendorong peningkatan selera risiko di kalangan investor dan membuka jalan bagi aliran modal yang lebih seimbang ke pasar emerging markets termasuk Indonesia. 

“Seiring dengan meredanya tekanan eksternal, rupiah dapat diuntungkan dari posisi investor yang lebih baik, sementara tekanan pada cadangan devisa kemungkinan akan mereda,” ujar Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro, Selasa (10/6/2025).

Dia menunjukkan data terbaru bahwa rupiah hanya terdepresiasi sekitar 1% hingga hari ini, menandai pemulihan yang signifikan dari depresiasi hingga 4% pada awal tahun ini. 

Untuk itu, pihaknya mempertahankan proyeksi bahwa cadangan devisa akan berada di kisaran US$155 miliar hingga US$160 miliar pada akhir 2025.  

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede melihat ketidakpastian masih cukup tinggi dan Bank Indonesia (BI) masih akan intervensi di pasar valuta asing melalui penggunaan cadangan devisa untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. 

Meski hal ini dapat menyebabkan penurunan bertahap dalam tingkat cadangan devisa, namun, Josua melihat fondasi makroekonomi Indonesia yang relatif tangguh dan ruang gerak yang lebih luas untuk penurunan suku bunga BI pada 2025 dapat terus menarik aliran modal selektif, terutama ke Surat Berharga Negara (SBN).

“Kami memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan berada di kisaran US$153 miliar–US$157 miliar pada akhir 2025 [vs. US$155,72 miliar pada 2024],” ungkap Josua. 

Sejalan dengan hal tersebut, Josua memperkirakan rupiah akan diperdagangkan dalam kisaran Rp16.100–Rp16.400 per dolar AS pada akhir tahun ini tetap melemah dari akhir 2024 yang senilai Rp16.102 per dolar AS. 

Untuk diketahui, dalam satu tahun terakhir, cadangan devisa beberapa kali mencapai all time high atau level tertinggi sepanjang masa. 

Sebut saja pada Agustus 2024, cadangan devisa mencapai US$150,2 miliar, kemudian pada Oktober mencapai US$151,2 miliar, dan pada Desember menyentuh US$155,7 miliar. 

Rekor tersebut terus dipecahkan pada Januari 2025 yang mencapai US$156,1 miliar dan puncaknya pada Maret 2025 yang seniali US$157,1 miliar sebelum akhirnya turun ke level US$152,5 miliar pada April dan Mei. 

Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan bahwa posisi tersebut stabil dan tetap tinggi meski bank sentral terus melakukan intervensi nilai tukar rupiah. 

Stabilnya tabungan valas Indonesia tersebut terjadi saat pemerintah juga melaksanakan kewajiban pembayaran utang luar negeri. 

“Perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerimaan devisa migas, di tengah kebutuhan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (10/6/2025). 

Posisi cadangan devisa pada akhir Mei 2025 setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper