Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tumbuh Subur Obligasi Hijau Bank di Tengah Tren Penurunan Suku Bunga

Sejumlah bank telah merilis prospektus penerbitan obligasi hijau atau green bond seperti BRI, BNI, hingga Bank Mandiri Taspen.
Ilustrasi utang berkelanjutan dan obligasi hijau
Ilustrasi utang berkelanjutan dan obligasi hijau

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank gencar menerbitkan green bond atau obligasi keberlanjutan untuk membiayai proyek-proyek ramah lingkungan hingga mendukung modal kerja dalam penyaluran kredit seiring dengan tren penurunan suku bunga.  

Bank yang ikut serta dalam penerbitan ini antara lain PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), anak usaha Bank Mandiri yaitu PT Bank Mandiri Taspen, dan PT OCBC NISP Tbk. (NISP). Selain bank konvensional, bank syariah seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) juga turut menerbitkan sukuk keberlanjutan.

BBRI menawarkan Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan senilai maksimal Rp5 triliun yang diterbitkan dalam tiga seri. Berdasarkan prospektus ringkas yang dirilis Selasa (10/6/2025), BRI melakukan penawaran umum Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan I Bank BRI Tahap I Tahun 2025 dengan pokok obligasi maksimal Rp5 triliun.

Green bond ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan I dengan total target dana hingga Rp20 triliun. Dalam tahap ini, obligasi diterbitkan dengan tenor 2, 3, dan 5 tahun.

Direktur Human Capital & Compliance BRI, A. Solichin Lutfiyanto mengatakan bahwa pembiayaan hijau ini mencerminkan komitmen BRI menjadi agen perubahan menuju ekonomi hijau. Menurutnya, keuangan berkelanjutan penting untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan terhadap inisiatif-inisiatif hijau.

"BRI berperan dalam menyediakan pembiayaan bagi debitur yang ingin bertransisi ke praktik rendah karbon dan berkelanjutan, sekaligus mendukung upaya pemerintah memperluas solusi pembiayaan hijau," ujar Solichin, Kamis (12/6/2025). 

Per akhir kuartal I/2025, portofolio pembiayaan berkelanjutan BRI mencapai Rp89,9 triliun, tumbuh 8,18% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Rinciannya, portofolio ini mencakup sektor strategis seperti pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan sebesar Rp61,16 triliun, produk ramah lingkungan Rp7,80 triliun, energi terbarukan Rp6,47 triliun, transportasi hijau Rp3,55 triliun, serta bangunan hijau dan proyek lingkungan lainnya.

"BRI saat ini menjadi bank dengan portofolio pembiayaan berkelanjutan terbesar di Indonesia, mencapai Rp796 triliun hingga akhir triwulan I 2025. Ini mencakup pembiayaan hijau, UMKM, dan investasi pada obligasi korporasi berbasis ESG," kata Solichin.

Dia juga menambahkan bahwa BRI terus memperkuat tata kelola keberlanjutan internal, sebagai respons terhadap tuntutan global terhadap praktik keuangan yang bertanggung jawab.

Sementara itu, BNI juga mengumumkan rencana penerbitan Obligasi Keberlanjutan Berkelanjutan I dengan target dana hingga Rp15 triliun.

Tumbuh Subur Obligasi Hijau Bank di Tengah Tren Penurunan Suku Bunga

Nasabah melakukan transaksi menggunakan anjungan tunai mandiri di kantor cabang BNI, Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Pada tahap pertama, BNI akan menerbitkan obligasi senilai Rp5 triliun, terdiri atas dua seri, yakni Seri A dan Seri B. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada informasi rinci mengenai alokasi masing-masing seri dan tingkat bunganya.

Dana yang diperoleh akan digunakan untuk pembiayaan baru maupun eksisting atas kegiatan yang termasuk dalam Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL) dan Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial (KUBS).

Adapun Bank Mandiri Taspen (Bank Mantap) menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I Tahun 2025 dengan target Rp3 triliun. Untuk tahap pertama, nilai emisi sebesar Rp1,5 triliun.

Obligasi terdiri dari dua seri, yakni Seri A dengan tenor tiga tahun (kupon 6,30%–7%) dan Seri B dengan tenor lima tahun (kupon 6,40%–7,10%). Seluruh dana yang diperoleh akan digunakan untuk modal kerja dalam penyaluran kredit.

OCBC NISP juga ikut serta dengan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan IV OCBC Tahap I/2025 senilai maksimal Rp1,5 triliun, bagian dari PUB dengan target total Rp8 triliun.

Terdapat tiga seri obligasi, yakni Seri A dengan tenor 370 hari, Seri B dengan tenor 3 tahun, dan Seri C dengan tenor 5 tahun. Semua obligasi dijamin dengan kesanggupan penuh dan dana hasil emisi akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan kredit.

Di sisi lain, Bank Syariah Indonesia (BSI) menyiapkan dana Rp1,7 triliun untuk melunasi Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2024 Seri A yang jatuh tempo 24 Juni 2025.

Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar memastikan bahwa dana pelunasan dan bagi hasil telah disiapkan. Sebelumnya, BSI telah menerbitkan sukuk senilai Rp3 triliun dengan imbal hasil 6,40%–7,20% untuk tenor 1, 2, dan 3 tahun.

Wakil Direktur Utama BSI, Bob Tyasika Ananta juga menyampaikan rencana penerbitan sukuk berkelanjutan senilai Rp3 triliun pada semester I/2025. Dana yang dihimpun akan difokuskan pada pembiayaan proyek-proyek yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Tahun lalu kami menerbitkan sukuk berkelanjutan seri pertama dan respons pasar sangat positif, permintaan bahkan melebihi target hingga tiga kali lipat,” kata Bob dalam acara BSI Global Islamic Finance Summit, Selasa (29/4/2025).

Menanggapi aksi bank-bank tersebut, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai tren penurunan suku bunga menjadi salah satu faktor yang mendorong bank menerbitkan obligasi.

Selain itu, kebutuhan akan pendanaan tambahan untuk mendukung strategi pertumbuhan dan menjaga likuiditas juga menjadi pendorong utama.

“Menurut saya, hal ini terjadi karena tren suku bunga yang menurun, adanya rencana strategis yang membutuhkan tambahan dana, serta untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank,” ujar Trioksa kepada Bisnis, Kamis (12/6/2025).

Dia menjelaskan bahwa dalam kondisi suku bunga rendah, investor cenderung mencari instrumen dengan imbal hasil tetap seperti obligasi, sehingga produk ini menjadi lebih menarik.

Namun demikian, Trioksa mengingatkan bahwa biaya dana dari penerbitan obligasi biasanya lebih tinggi dibandingkan dana dari dana pihak ketiga (DPK) seperti tabungan dan giro.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper