Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kesiapan Reasuransi Sambut Bisnis Parametrik Bencana kala Ekuitas Industri Susut

Produk asuransi parametrik bencana alam akan dirilis tahun depan di tengah industri reasuransi dalam negeri justru sedang mengalami penyusutan ekuitas.
Ilustrasi bencana. ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Ilustrasi bencana. ANTARA FOTO/Novrian Arbi

Bisnis.com, JAKARTA — Produk asuransi parametrik bencana alam akan dirilis tahun depan. Nantinya, akan dibentuk konsorsium yang beranggotakan perusahaan-perusahaan reasuransi Tanah Air untuk mengelola risiko tersebut.

Menyambut program tersebut, industri reasuransi dalam negeri justru sedang mengalami penyusutan ekuitas. Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam periode Januari–Februari 2025 jumlah ekuitas industri reasuransi konvensional mengalami koreksi 15,5% year on year (YoY) menjadi Rp7,13 triliun. Sedangkan, hasil investasi turun 31% YoY menjadi Rp152,55 miliar.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (APPARINDO) Yulius Bhayangkara mengatakan dirinya belum melihat secara detail bagaimana rincian program asuransi parametrik bencana alam tersebut sehingga sulit untuk mengomentari bagaimana kesiapan industri.

"Tapi konsorsium bencana alam dibutuhkan karena ketidakmampuan meng-cover bencana alam bila terjadi, sehingga harus membentuk konsorsium," kata Yulius kepada Bisnis, Kamis (12/6/2025).

Adapun saat ini masih terjadi gap yang cukup jauh antara dana cadangan risiko fiskal yang dialokasikan pemerintah dengan nilai yang dibutuhkan sebenarnya. Dana cadangan risiko fiskal untuk bencana hanya sekitar Rp4 triliun, sedangkan kebutuhannya sebesar Rp22 triliun.

"[Konsorsium asuransi parametrik bencana ini] sebagai bentuk kebersamaan semua anggota untuk turut serta dalam partisipasi perlindungan bila terjadi bencana alam," jelasnya.

Secara umum, Yulius mengatakan saat ini memang salah satu yang menjadi persoalan reasuransi di Indonesia untuk bisa menanggung beban risiko seluruh lini asuransi di Tanah Air adalah lemahnya permodalan. Hal itu membuat penyerapan premi yang bisa dikantongi industri reasuransi dalam negeri jadi terbatas.

"Jadi bila ada tekanan pada gambaran besaran ekuitas akan serta merta menekan kemampuan menanggung risiko dari industri asuransi Indonesia. Hal ini bisa meningkatkan defisit neraca berjalan asuransi kita," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, Delil Khairat menjelaskan bahwa pihak yang akan menanggung risiko dalam produk asuransi parametrik bencana ini adalah perusahaan-perusahaan lokal yang akan menjadi anggota konsorsium. Namun, tidak menutup kemungkinan sebagian risiko juga akan dialihkan ke reasuransi luar negeri.

"Siapa yang akan menanggung risiko? Kita akan menggunakan konsorsium untuk dalam negeri, untuk konsolidasi dalam negeri. Tapi karena ini net cap, kita tetap perlu melempar atau mentransfer sebagian risiko ke luar. Ini bagian desain yang kita lakukan, berapa yang mau kita retain di dalam negeri dan berapa yang akan kita lempar ke luar negeri, agar ini jadi lebih sustainable," jelas Delil.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper