Bisnis.com, JAKARTA--Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno mengusulkan untuk menjual aset sebagai upaya penyelamatan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).
Rini mengungkapkan tidak ada jalan lain selain menjual aset maskapai penerbangan pelat merah itu. Pasalnya, utang Merpati mencapai Rp15 triliun akibat tidak memungkinkan dilakukan kuasi reorganisasi.
Merpati juga harus membayar gaji dan pesangon 1.400 karyawan selama lebih dari delapan bulan. "Jual aset dulu, ya aset yang dimiliki Merpati, kan belum ada dana [untuk membayar gaji dan utang]," ungkapnya, Senin (17/11/2014).
Menurutnya, pemerintah masih mengkaji jumlah aset yang dimiliki Merpati. Kemudian, Kementerian BUMN akan menilai aset-aset milik Merpati yang bisa dilego.
Dahlan Iskan, Menteri BUMN sebelumnya, mengatakan telah mengundang sekitar 100 investor dan didapatkan sebanyak 3 investor cukup serius untuk membeli Merpati. Caranya melalui partner strategis.
Dahlan mengungkapkan terdapat 2 produsen pesawat yang menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Merpati, yakni Xian Aircraft Industrial Corporartion dan Sukhoi. Xian merupakan perusahaan asal China yang memproduksi jenis pesawat MA60.
Rencana awal, Dahlan juga ingin menjual Merpati Maintenance Facility (MMF) untuk menyicil kewajiban yang ditaksir mencapai Rp1 triliun. Namun, MMF sudah dijaminkan untuk utang-utang Merpati sehingga tidak bisa dijual.
Akan tetapi, Rini mempertimbangkan untuk menjual aset-aset Merpati baik itu MMF, tanah, gedung maupun lahan yang dimiliki perseroan. "Sedang dilihat nilai-nilainya, karena kalau enggak, enggak ada operasi, enggak ada dana," paparnya.
Saat ini, Merpati berada di bawah pengelolaan PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) Kementerian Keuangan. Merpati telah berhenti beroperasi sejak Februari 2014 yang dipicu oleh kesulitan keuangan dan beban utang yang menumpuk.
Berdasarkan catatan, utang Merpati mencapai Rp7,6 triliun per Januari 2014. Utang tersebut diantaranya kepada PT Pertamina (Persero), PT Jasindo, dan PT Angkasa Pura II (Persero) dengan total Rp3 triliun. Kemudian kepada pemerintah Rp2 triliun, dan kreditur.
Per Desember 2013, ekuitas maskapai penerbangan ini tercatat negatif sebesar Rp4,96 triliun. Sedangkan total aset tercatat mencapai Rp1,5 triliun yang semuanya telah diagunkan kepada kreditur.