Bisnis.com, JAKARTA--Untuk menjaga stabilitas bisnis bank, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menilai ada hal-hal yang perlu diwaspadai oleh industri perbankan pada tahun ini.
Dari sisi fungsi intermediasi, Jahja menilai kondisi yang perlu diwaspadai di 2015 adalah mengerem ekspansi yang berlebihan. "Kalau kredit dipaksa terlampau tinggi, di atas 15%-16% maka akan terjadi kekurangan likuiditas serta naiknya suku bunga rupiah," ucapnya, Senin (12/1/2015).
Pada tahun ini, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi penyaluran kredit industri perbankan akan berada di kisaran 15%--17%. Proyeksi tersebut masih sama dengan proyeksi tahun sebelum.
Sementara itu, pada 2014, BI menghhitung kembali realisasi pertumbuhan kredit industri perbankan sebab berada pada bias ke bawah yakni sekitar 12%.
Selain itu, bila perbankan cenderung ekspansif, Jahja menambahkan, rupiah akan semakin lemah. Sebab penyaluran fungsi intermediasi perbankan di Tanah Air masih mengarah pada kredit konsumtif dan hal tersebut akan meningkatkan import.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) penyaluran kredit berorientasi impor mencapai Rp53,41 triliun pada Oktober 2014, dengan nilai kredit bermasalah (non performing loan/NPL) mencapai Rp572 miliar. Pada Oktober 2014, kredit orientasi ekspor mencapai Rp59,55 triliun dengan nilai NPL mencapai Rp2 triliun.
Meski hasil stress test menunjukkan hasil yang positif, BI senantiasa menjaga ketersediaan likuiditas di pasar keuangan dan mengedepankan stabilitas nilai tukar serta berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan supervisory action dan mempercepat pendalaman pasar keuangan termasuk penyempurnaan pasar repo.