Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asean Business Club (ABC) Dorong Lembaga Nonbank Danai UMKM

Asean Business Club mendorong peran lembaga keuangan non bank untuk memfasilitasi kesenjangan pendanaan, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Feasible tapi tidak bankable. /Bisnis.com
Feasible tapi tidak bankable. /Bisnis.com

Bisnis.com, SINGAPURA—Asean Business Club mendorong peran lembaga keuangan non bank untuk memfasilitasi kesenjangan pendanaan, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Berdasarkan data Asean Business Club (ABC), Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menyumbang sekitar 50%-85% dari total lapangan pekerjaan di Asean. Tidak hanya itu, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto kawasan ini mencapai 30%-53%.

Untuk itu, Asean menetapkan prioritas untuk membangun sistem pendanan regional bagi UMKM pada 2014-2015 di tengah rencana pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

“Kita tidak bisa bergantung pada peran perbankan karena kebanyakan UMKM itu visible tapi tidak bankable. Banyak cara yang bisa ditempuh, salah satunya dengan skema crowdfunding,” kata President of ABC Tan Sri Munir Majid di sela-sela seminar bertajuk Road to Asean Integration, Senin (18/5/2015).

Praktek pendanaan untuk UMKM (crowdfunding) melalui usaha patungan memang belum banyak dikenal di Indonesia. Biasanya, sistem pendanaan yang menggunakan patungan bersama-sama ini ditujukan bagi pengusaha pemula.

Beberapa organisasi yang bergerak di ranah digital, misalnya Lending Club di Amerika Serikat, Funding Circle di Amerika Serikat dan Inggris, serta Zidisha tercatat sukses dalam mengucurkan pendanaan bagi UMKM.

Bahkan, beberapa negara di Asean antara lain Singapura, dan Malaysia telah memiliki regulasi yang memungkinkan pebisnis untuk melakukan penghimpunan dana melalui crowdfunding. Lainnya, yakni Thailand, dan Kamboja tengah memfinalisasi aturan terkait skema crowdfunding sebagai salah satu cara untuk menggenjot bisnis kewirausahaan.

Di lain pihak, Josephine Teo, Senior Minister of State Ministry of Finance and Transport Republic of Singapore mengungkapkan skema crowdfunding juga memiliki risiko, salah satunya adalah penipuan.

“Di ranah digital, risiko penipuan memang lebih tinggi dibandingkan jika dilakukan secara tatap muka. Untuk mencegah hal itu, kami [Singapura] memberlakukan sistem credit agency bagi lembaga yang melakukan crowfunding,” ungkapnya. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper