Konsep ekonomi dunia itu kapitalisme. Artinya adu permainan kapital. Dulu dosen saya di master Manajemen Universitas Indonesia mengatakan walaupun sarden busuk bila ada yang berminat beli harganya akan naik walaupun yang terakhir melihat kenyataannya sarden busuk.
Yang dimaksud kapitalisme itu hanya 3 faktor yaitu (1) harga ditentukan (2) supply dan (3) demand. Selama demand naik maka harga naik. Ini disebut capital gain.
Jadi kalau dicek harga tanah di Kelapa gading misalnya tahun 1990 harganya Rp 500.000 per meter persegi. Mungkin bagi orang jaman dulu mahal dibanding dengan Bintaro misalnya yang Rp300.000per meter persegi.
Jadi banyak yang membeli di Bintaro. Bagaimana dengan Serpong? Dulu harganya Rp150.000per meter persegi. Sekarang harganya Rp10 juta-Rp 15 juta di Serpong. Kalau di Kelapa Gading ya jangan dihitung lagi asalkan tahan saat banjir. Jadi pengalaman nyata orang Kelapa gading merasakan manisnya capital gain. Mereka menyerbu Gading Serpong. Akibat nya merembet ke Serpong semuanya.
Tahun 2008 harga tanah di Serpong masih Rp1,5 juta. Ketika saya membeli harganya naik jadi Rp1,8 juta. Setelah 2 tahun kemudian saya jual harganya Rp3 juta saya membeli lebih besar. Selang 2 tahun saya jual harganya Rp8 juta. Inilah salah satu permainan kapital. Sekarang sudah terlalu mahal harganya Rp10-15 juta.
Mengapa harganya kok naik? Inilah magic atau keajaiban kapitalisme. Harganya tanah di Singapore S$7.000 –S$8.000. Itu tanah pinggiran daerah sub urban. Begitu mereka lihat harganya tanah di Serpong S$1.000 itu seperti memory manisnya jaman tanah di Singapura tahun 90an yang harganya segitu. Dia membayangkan berapa jadinya 25 tahun kemudian.
Jadi dunia kapitalisme itu seperti monyet mengenal tebu dia senyam senyum doyan manis. Manisnya capital gain. Lalu mengapa kok harga properti di dunia berkembang naik terus?
Itu dasarnya dari pasar uang pusatnya di AS atau Singapore. Ketika pindah ke Kuala Lumpur ada faktor risiko. Sama dengan harga BBM di NTT Rp20.000 per liter.
Jadi pinjaman uang di Singapura itu bunganya 2% kalau di Kuala Lumpur 4% sampai di Indonesia bunganya 9% karena alasan risiko tadi. Kalau pinjam di Papua bunganya mungkin lebih tinggi lagi.
Jadi pasar uang di Indonesia lebih mahal sehingga market pembangunan di Indonesia membutuhkan kapital. Sudah pinjam bank masih tidak cukup jadi pinjam pasar uang para spekulan. Uangnya spekulan dipakai untuk modal. Mereka diberi manisnya tebu. Monkey see monkey do. Orang ikut-ikutan spekulasi.
Akhirnya kapitalisme itu buble sampai bengkak nanti harganya tanah di Serpong mencapai S$7.000 per meter persegi beberapa koreksi pasar terjadi. Seperti halnya koreksi pasar harga property di Kuala Lumpur dan Singapura. Mereka membuat buble baru di Cikarang dan Golf Island.
Penulis
Goenardjoadi Goenawan
Konsultan dan motivator tentang paradigma baru tentang uang. Penulis 10 buku manajemen, termasuk "Rahasia Kaya, Jangan Cintai Uang", "Money Intelligent: Rahasia Kaya, Mulai Berbisnis" yang baru terbit.