Bisnis.com, SURABAYA—Standard Chartered Bank Indonesia siap meluncurkan sejumlah portofolio investasi baru untuk mendukung program diversifikasi investasi pada 2016.
“Kami akan keluarkan pada kuartal satu tetapi perinciannya kami tidak bisa menyebutkan sekarang,” kata Bambang Simarno selaku Executive Director and Head, Wealth Management Standard Chartered Bank Indonesia, di Surabaya, Kamis (28/1/2016).
Sejauh ini reksadana merupakan produk investasi yang paling dominan di Standard Chartered. Bank internasional ini memiliki 50 produk reksadana. Guna menarik minat investasi nasabah, korporat mengklaim selalu memberikan edukasi kepada mereka.
Edukasi yang dimaksud tidak hanya mencakup pengetahuan apa saja produk investasi yang tersedia tetapi juga bagaimana sebaiknya memilih instrumen yang tepat. Prinsip dasar yang dipakai ialah mencocokan kondisi finansial nasabah, kebutuhan, dan profil resikonya.
Secara umum Bambang berpendapat reksadana mampu bertumbuh seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya produk investasi ini melaju antara 15% - 20%. “Mudah-mudahan bisa tembus di atas Rp300 triliun pada akhir tahun ini,” tuturnya.
Standard Chartered juga menekankan selain reksadana tetap tersedia varian investasi lain, seperti deposito, obligasi negara ritel, dan sukuk ritel. Oleh karena itu perusahaan tahun ini menggalakkan diversifikasi investasi yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi.
Sejumlah tantangan perekonomian tetap terjadi pada tahun ini seiring dengan gejolak ekonomi Amerika Serikat. Kondisi ini berdampak terhadap situasi ekonomi negara berkembang, seperti Indonesia. Kendati demikian Standar Chartered meyakini situasi akan membaik.
“Oleh karena itu kami ajak nasabah beradaptasi dengan perubahan lansekap yang terjadi. Misalnya reksadana, jangan hanya fokus kepada reksadana saham. Mungkin ada yang lain yang lebih cocok dengan kondisi ekonomi,” ucap Bambang.
Secara umum maupun dalam cakupan daerah seperti Provinsi Jawa Timur, profil nasabah Standard Chartered didominasi mereka yang konservatif. Opsi yang paling sering dipilih kalau bukan tabungan maka deposito.
“Makanya kami edukasi nasabah,” ujar Head of Client Relationship Cluster Standard Chartered Bank Indonesia Sandra Santoso.
Maksudnya, imbuh Sandra, Standard Chartered membantu mengarahkan nasabah kepada produk investasi yang cocok. Opsi yang diajukan bukan semata instrumen yang paling bagus tetapi yang paling sesuai dengan kondisi finansial, kebutuhan investasi, dan profil resiko yang siap ditanggung.
Sandra menyatakan tidak ada produk investasi yang paling favorit. Hal ini akan kembali lagi kepada tiga hal di atas. Menurutnya, seseorang memang tidak memerlukan produk yang paling bagus untuk dijadikan instrumen investasi melainkan yang sesuai dengan kondisi keuangannya.
“Saya optimistis di kota besar, seperti Surabaya, pasar yang bisa digarap masih besar, karena investasi di sini masih rendah,” ucap dia.
Sejauh ini Standard Chartered percaya diri mampu melakoni 2016 dengan baik. Tahun yang disebut-sebut sebagai periode pemulihan ini mulai diwarnai dengan perbaikan investasi baik pemerintah maupun swasta. Peningkatan anggaran infrastruktur ditunjang pula berbagai kebijakan deregulasi.
Heng Yang selaku Head, Investment Strategy and Advisory Standard Chartered Bank Indonesia, menilai berbagai paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbilang tepat. “Ini menunjukkan keseriusan mereka lakukan reformasi,” katanya.
Adapun proyeksi Standard Chartered terhadap perekonomian Indonesia ialah rupiah diperkirakan bertenger di level Rp14.500, suku bunga acuan Bank Indonesia bisa turun sampai ke level 6,75%, dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2% lantas bisa mencapai 5,4% pada tahun depan.