Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menilai putusan pailit yang dijatuhkan terhadap PT Asuransi Syariah Mubarakah bisa memberikan perlindungan bagi pemegang polis.
Direktur Litigasi dan Bantuan Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rizal Ramadhani menilai putusan pailit memang sudah layak diberikan kepada PT Asuransi Syariah Mubarakah. Terlebih, debitur memang sedang dalam keadaan tidak bisa membayar klaim asuransi.
"Putusan ini bisa memberikan kepastian hukum bagi pemegang polis dan melindungi kepentingan mereka," kata Rizal seusai persidangan, Selasa (6/9/2016).
Dia menambahkan dana pemegang polis bisa didapatkan kembali melalui penjualan aset debitur yang akan dilakukan oleh tim kurator. Namun, pembagian hasil penjualan akan dilakukan secara prorata sesuai nilai utang.
Pihaknya juga mengapresiasi putusan majelis hakim yang menolak eksepsi debitur dengan mendalilkan permohonan pailit tidak diperlukan. Berdasarkan Undang-undang No. 40/2007 tentang Perusahaan Terbatas, perusahaan perbankan bisa melakukan likuiditas sendiri sebelum dijatuhkan dalam kepailitan.
Menurutnya, undang-undang tersebut tidak berlaku bagi perusahaan yang telah menghimpun dana dari masyarakat. Dirinya berharap debitur bisa bersikap kooperatif saat menjalani proses kepailitan.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim Mas'ud mengatakan OJK telah memenuhi syarat formil sebagai pemohon yang mempunyai kewenangan. Pertimbangan tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan.
"Menyatakan PT Asuransi Syariah Mubarakah berstatus pailit dengan segala akibat hukumnya," kata Mas'ud saat membacakan amar putusan.
Dia menambahkan tingkat pencapaian solvabilitas debitur terbukti kurang dari 120%, sehingga melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Jumlah kekayaan ASM sebesar Rp62,53 miliar, sedangkan jumlah cadangan teknis ditambah utang klaim retensi sendiri Rp76,31 miliar.
Debitur dinilai tidak memenuhi Pasal 11 ayat 1a dan 1b Undang-undang No. 2/1992 tentang Perasuransian. Perusahaan asuransi wajib menjaga solvabilitas atau kesehatan keuangan dalam menjalankan usahanya agar dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada pemegang polis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, lanjutnya, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120% dari resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.
Mas'ud menyebutkan berdasarkan laporan keuangan tahunan ASM per 31 Desember 2010 dan 2011 diketahui mempunyai jumlah kewajiban sebesar Rp 77,25 miliar.
Adapun, kewajibann tersebut timbul sebagai akibat meninggalnya tertanggung atau pemegang polis atau pembayaran yang didasari pada jatuh tempo polis tertanggung dengan manfaat yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Pihaknya juga telah menerima Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Bank BNI Syariah, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebagai kreditur lain. Adapun, klaim utangnya masing-masing Rp76,36 miliar, Rp3,39 miliar, dan Rp 55,24 miliar.
Dalam putusan perkara No. 36/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN Pn.Jkt.Pst ini, majelis hakim mengangkat Catur Agus Saptono, Dedy Ardian Prasetyo, Paskaria M. Tobing, Mohammad Ibrahim Fattah, dan Sexio Yuni Noor Sidqi sebagai tim kurator.
Secara terpisah, kuasa hukum debitur Vicky Puspawardana sedang memikirkan untuk mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Menurutnya, banyak pertimbangan hukum majelis hakim yang kurang tepat. "Kami akan bicarakan lebih lanjut dengan prinsipal untuk maju kasasi," kata Vicky.
Sebelumnya, OJK pernah mengajukan permohonan sama yang terdaftar dengan No.08/Pdt.Sus.Pailit/2016/PN. Niaga.Jkt.Pst. Namun, ketua majelis hakim Aswijon menolak permohonan tersebut karena gugatan kabur dan tidak jelas pada 29 Februari 2016.
OJK tidak merujuk pada data yang valid dan benar karena terdapat kesalahan penyebutan izin usaha atas nama termohon yang diulang lebih dari satu kali.