Bisnis.com, JAKARTA - PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) menargetkan akan menerbitkan surat utang jangka menengah (Medium Term Notes/MTN) senilai Rp865 miliar pada semester pertama tahun ini.
Penerbitan MTN itu bertujuan membiayai modal kerja, penambahan kapasitas pabrik farmasi serta ekspansi perseroan di sektor industri alat kesehatan.
Direktur Keuangan PT RNI Yana Aditya mengatakan MTN akan diterbitkan oleh dua perusahaan yakni PT RNI sebagai perusahaan induk sebesar Rp665 miliar dan anak perusahaan RNI bidang Farmasi, PT Phapros Tbk. sebesar Rp200 miliar.
“Penerbitan surat utang di Phapros bertujuan untuk peningkatan skala bisnis perusahaan khususnya di bidang farmasi dan alat kesehatan (alkes)," katanya, Rabu (18/1/2017).
Di samping untuk modal kerja, dana MTN RNI akan digunakan untuk ekspansi industri alat kesehatan seperti X-ray dan oksigen terapi. RNI menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp1,1 triliun pada 2017, meningkat 286% dibandingkan dengan 2016. Belanja modal itu dipergunakan untuk pengembangan lini bisnis agro industri baik on farm maupun off farm dan industri farmasi.
Sementara itu, MTN Phapros akan digunakan untuk membangun pabrik baru dan penambahan kapasitas pabrik Phapros, di Simongan, Semarang, Jawa Tengah. Pabrik Phapros yang lama mempunyai kapasitas produksi sebesar 2 miliar butir obat per tahun dengan utilisasi sudah di atas 80%, nantinya ditingkatkan sehingga mendapatkan kapasitas maksimal.
Yana yang juga merupakan Komisaris Utama Phapros menjelaskan gencarnya RNI dalam pengembangan core bisnis farmasi dan alkes tidak terlepas dari upaya mendukung program pemerintah dalam percepatan pengembangan industri farmasi dan alkes dalam negeri sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No. 6/2016.
“Sebagai BUMN kami berharap mampu berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas farmasi dan alkes nasional yang saat ini masih dikuasai produk impor".
PRODUK IMPOR
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, 94% pasar alkes dalam negeri masih dikuasai produk impor. Padahal berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2015, nilai pasar industri alkes nasional mencapai Rp12 triliun, namun tidak diimbangi oleh produktivitas alkes nasional, di mana hanya terdapat 6% izin edar alkes dalam negeri, selebihnya 94% dikuasai alkes impor.
Perkembangan bisnis farmasi dan alkes RNI sendiri melalui Phapros terbilang menggembirakan. Pada 2016, penjualan Phapros mencapai sekitar Rp810 miliar atau meningkat hingga 17% dibandingkan dengan 2015 yang sebesar Rp691 miliar.
Adapun laba bersih 2016 diprediksi mencapai Rp100 miliar atau naik sebesar 59% dibandingkan dengan 2015 yang sebesar Rp63 miliar. Realisasi pencapaian ini jauh melampaui RKAP perusahaan 2016.