Bisnis.com, SEMARANG—Bank Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia akan menindak tegas Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank atau money changer yang tidak memiliki izin hingga 7 April mendatang.
Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni V. Panggabean mengatakan hingga 24 Maret 2017 di seluruh Indonesia terdata 783 KUPVA BB tidak berizin.
Dari jumlah tersebut, 44 diantaranya telah mengajukan izin, 59 berminan mengajukan perizinan dan tujuh telah menutup kegiatan usahanya. Dari total KUPVA BB tak berizin itu, 416 berada di Jawa, 184 terdapat di Sumatera, 90 tercatat di Bali dan Nusa Tenggara, 82 di Kalimantan dan 11 di Sulawesi, Maluku dan Papua.
“Kami mapping 92% KUPVA BB ini perorangan, peraturan kami tak diperkenankan peorangan karena harus jelas pertanggungjawabannya. Jika perorangan berniat untuk buka usaha KUPVA BB harus membuat permohonan sebagai badan usaha lebih dulu,” katanya, Rabu (29/3).
Adapun sisanya, berbentuk badan usaha dengan jenis usaha seperti penukaran uang, toko emas, hingga agen perjalanan wisata. Di Jawa, KUPVA BB tak berizin ini 51% berupa usaha penukaran uang. Adapun di Sumatera hingga 87% adalah toko emas. Sedangkan Bali dan Nusa Tenggara dan Kalimantan, lebih dari 70% berbentuk tempat penukaran uang.
Eni melanjutkan, transaksi penukaran valuta asing (valas) terhadap rupiah dari tahun ke tahun selalu meningkat. Untuk KUPVA berizin pada 2014 mencapai Rp205 triliun, tahun berikutnya meningkat menjadi Rp243 triliun dan 2016 lalu Rp251 triliun. Dari jumlah itu, transaksi KUPVA BB berkontribusi sekitar 8%.
Menurutnya, peranan KUPVA cukup besar, akan tetapi yang tidak tercatat alias tak berizin tidak akan diketahui nilai transaksinya. Penertiban yang dilakukan pemerintah akan mendorong stabilitas rupiah dan selama ini keberhasilannya cukup signifikan. Dia mencontohkan, kebutuhan akan penggunaan valas di luar ekspor dan impor serta pembayaran utang menurun hingga 75%.
Kepala Grup Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa tengah Rahmat Dwisaputra mengatakan di wilayah kerjanya saat ini terdata 40 KUPVA BB tak berizin. Dua diantaranya hampir menyelesaikan perizinan dan satu masih dalam proses.
“Ini belum tersosialisasikan dengan baik dan pembentukan badan hukum mungkin prosesnya butuh waktu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia Rosalia Suci mengatakan terkait izin kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank (BB) telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.18/20/PBI/2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.18/42/DKSP mengenai KUPVA BB.
Menurut dia dengan adanya regulasi itu pemerintah dapat mendata seluruh KUPVA BB untuk pengambilan kebijakan. Di sisi lain, konsumen pun terlindungi karena KUPVA BB tak berizin rentan digunakan sebagai sarana kejahatan.
Dia melanjutkan, jika KUPVA BB tak berizin yang sudah didata tersebut tidak mematuhi regulasi itu, ada sejumlah undang-undang (UU) yang bisa menjerat secara hokum. Ketentuan pidana yang berpotensi diterapkan itu antara lain, UU Transfer dan Pasal 69 dan 79, UU Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 dan 4, UU Mata Uang Pasal 21 dan 33, Pasal 216 KUHPidana, serta Pasal 232 KUHPidana.
“Bisa digunakan sebagai sarana kejahatan narkotika, pencucian uang, hingga pendanaan terorisme. Kalau tak dipatuhi BI dan Kepolisian akan memberikan pengumuman berupa penyegelan bahwa KUPVA BB itu tak berizin,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Bigjen Pol Agung Setya mengatakan banyak pelaku tindak pidana menyembunyikan kejahatannya melalui KUPVA BB.
“Secara sistematis ini akan memengaruhi ekonomi, terlihat sepele tapi banyak kejahatan besar disembunyikan di sana,” katanya.
Dia mencontohkan di Batam pihaknya pernah menertibkan KUPVA BB tak berizin berhubungan dengan kasus narkotika dengan omset lebih dari Rp1 triliun per bulan. Ada pula KUPVA BB yang digunakan sebagai pencucian uang hasil judi online dengan transaksi ratusan miliar.