Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan masih dalam tahap penyelesaian peraturan terkait dengan penataan struktur konglomerasi keuangan melalui kewajiban pembentukan perusahan induk konglomerasi keuangan atau holding company.
Kepala Grup Penelitian, Pengaturan, dan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aditya Jayaantara mengatakan, korporasi konglomerasi akan diwajibkan bentuk holding company. Perusahaan konglomerasi yang wajib membentuk holding company antara lain, mempunyai anak usaha heterogen dan punya signifikan aset minimal Rp2 triliun.
Sampai 31 Desember sudah ada 48 konglomerasi keuangan dengan total aset senilai Rp5.919 triliun yang setara 67,6% dari total aset lembaga jasa keuangan.
“Semua perusahaan induk konglomerasi didorong untuk menjadi holding company,” ujarnya dalam buka puasa OJK pada Senin (12/6).
Adapun, Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi OJK Agus Edy Siregar mengatakan, pihaknya memberikan batas waktu pembentukkan holding company pada 1 Januari 2019. Jadi, induk konglomerasi yang perusahaan terbuka harus melakukan rapat umum pemegang saham pada tahun depan dan bicara dengan semua pemegang saham untuk melakukan pembentukan holding company.
“Namun, dalam diskusi dengan industri kemungkinan tenggat waktu bisa diperpanjang karena banyak perusahaan konglomerasi yang kompleks sehingga membutuhkan waktu lebih lama lagi,” ujarnya.
Nantinya, bila semua konglomerasi sudah membentuk holding company, jumlah perusahaan konglomerasi pun berpotensi bertambah maupun berkurang sesuai dengan keputusan setiap konglomerasi.
Terkait dengan waktu POJK tentang konglomerasi itu diterbitkan, Edy menyebutkan juga menunggu hasil komunikasi dengan dirjen pajak. Pasalnya, dengan pembentukan holding company bisa mempengaruhi perpajakan.
“Memang ada isu paak kalau menciptakan holding company apalagi yang perlu melakukan merger induk, tetapi rencana saya sebelum akhir tahun ini,” ujarnya.
Rata-rata konglomerasi jasa keuangan rata-rata yang paling besar dari industri perbankan.