Bisnis.com, JAKARTA -- PT Nindya Karya (Persero) membuka wacana untuk menggelar penawaran umum perdana saham atau initial public offering di pasar modal, kendati belum mengambil keputusan serius atas rencana tersebut.
Teuku Muhyil Rgina, Direktur Keuangan Nindya Karya, mengatakan tujuan akhir perseroan adalah untuk bisa melepas saham perseroan kepada publik, seperti yang telah dilakukan oleh sejumlah BUMN konstruksi lainnya.
“Kita punya potensi sangat besar untuk bisa IPO kalau melihat struktur modal dan potensi bisnis kita ke depan. Tujuan akhir kita memang adalah IPO, tetapi kita tidak bisa katakan kapan waktunya, karena kita tidak mau mendahului [keputusan negara sebagai] pemegang saham,” katanya kepada Bisnis, dikutip Jumat (28/7/2017).
Teuku mengatakan, selama lima tahun terakhir Nindya Karya telah berhasil membukukan rata-rata pertumbuhan pendapatan tahunan atau CAGR hampir 30%.
Pada 2012, pendapatan perseroan mencapai sekitar Rp2 triliun. Tahun lalu, pendapatan perseroan sudah menjadi Rp4,6 triliun dengan laba sekitar Rp180 miliar. Adapun, rasio utang terhadap modal perseroan per akhir tahun lalu mencapai 0,57 kali.
Pertumbuhan kontrak pun cukup signifikan. Tahun lalu perseroan membukukan kontrak baru senilai Rp7 triliun dengan carry over Rp5 triliun. Tahun ini perseroan menargetkan kontrak baru mencapai Rp10 triliun dengan carry over Rp7,9 triliun. Perseroan optimis bisa mencapai target itu, kendati enggan mengungkapkan realisasi kontrak hingga pertengahan tahun.
Baca Juga
Perseroan sejatinya sudah mulai mencoba menjajaki pasar modal mulai tahun ini dengan menerbitakn surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) senilai Rp300 miliar. Surat utang tersebut diterbitkan dengan tingkat kupon 10,35%.
Setelah cukup lama fokus pada proyek konstruksi bangunan gedung, perseroan mulai terjun di proyek infrastruktur yang lebih luas, termasuk tol dan bendungan, dengan memanfaatkan momentum fokus pemerintah pada infrastruktur.
Perseroan juga tidak menutup kemungkinan untuk memasuki lini bisnis investasi infrastruktur, seperti yang telah dilakukan BUMN Karya lainnya. Untuk memperluas skala bisnis dan menjangkau pasar regional, perseroan memang membutuhkan dukungan dana lebih besar.