Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia belum mencabut penghentian sementara (suspend) pengoperasian layanan pembayaran sejumlah perusahaan financial technology (fintech) yang memiliki produk uang elektronik.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eny Panggabean mengatakan pihaknya belum memberikan izin lantaran perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi masih melengkapi sejumlah dokumen untuk pendaftaran di BI.
"Mereka sudah mendaftar ke kami dan mereka harus persiapkan segala yang diperlukan untuk masuk. Kami sedang pelajari dan mereka harus melengkapi dokumennya," kata Eny dalam Bisnis Indonesia Economic Challenges 2018 “Keseimbangan Baru Ekonomi Digital" di Jakarta, Senin (4/12/2017).
Eny tidak memerinci dokumen-dokumen yang tengah dilengkapi perusahaan. Hanya saja, menurutnya, kelengkapan tersebut berkaitan dengan sistem mitigasi risiko yang memang menjadi fokus perhatian BI.
Adapun, persyaratan tersebut sedianya akan dijabarkan dalam peraturan Bank Indonesia tentang fintech. Beleid tersebut tengah dalam proses pencatatan di Kementerian Hukum dan HAM dan diproyeksikan akan terbit pada hari ini.
"Karena mereka harus punya risk mitigation yang baik dan sistemnya juga harus kami ubah. [Pemberian izinnya] tergantung dari kesiapan mereka, apakah telah memenuhi persyaratan yang ada, termasuk e-wallet dan payment gateway," tuturnya.
Seperti diketahui, belum lama ini BI sempat mensuspend aktivitas transaksi pembayaran yang dioperasikan oleh sejumlah perusahaan fintech dan e-commerce.
Beberapa di antaranya adalah Paytren milik Ustaz Yusuf Mansyur, Bukadompet milik Bukalapak, Grabpay oleh Grab, Shoppay oleh Shoppee, Tokocash oleh Tokopedia.
Aktivitas penambahan nasabah atau konsumen dihentikan dan isi ulang dibatasi lantaran belum mendapat lisensi dari otoritas. Dalam aturan terbaru tentang fintech, salah satu poin yang dimuat yakni perusahaan fintech di bidang sistem pembayaran wajib tercatat di BI serta memiliki sistem mitigasi risiko dan perlindungan konsumen.