Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. telah melakukan hapus buku aset bermasalah sebesar Rp23 triliun sejak akhir 2016. Saat ini restrukturisasi kredit bermasalah masih menyisakan sekitar Rp20 triliun yang akan dituntaskan pada tahun ini.
Secara terperinci, hapus buku yang dilakukan bank pelat merah itu pada 2016 sebesar Rp11 triliun dan pada 2017 sekitar Rp12 triliun. Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengutarakan hapus buku yang akan dilakukan pada tahun ini sekitar Rp10 triliun.
“Jadi tidak semua [sisa kredit bermasalah] Rp20 triliun dihapus buku. Sekitar Rp10 triliun yang dihapus buku. Sisanya masih bisa direstrukturisasi, dan yang hapus buku itu tidak hapus tagih. Kami terus melakukan collection [penagihan],” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (6/2) malam.
Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) Bank Mandiri meningkat sejak 2015 dan memuncak pada 2016 dengan mencapai level di atas 4%. Kenaikan NPL disebabkan oleh segmen komersial, terutama di industri manufaktur dan pertambangan.
Kemudian Tiko, ditunjuk menjadi orang nomor satu di Bank Mandiri untuk membersihkan kredit bermasalah pada 2016. Tiko melakukan langkah progresif dengan melakukan hapus buku untuk membersihkan aset bermasalah.
Akibatnya, laba bank pelat merah itu sempat merosot karena harus menambal pencadangan kredit bermasalah. Pada tahun lalu, Bank Mandiri mulai membukukan pertumbuhan laba setelah ada penurunan pencadangan.
Menurut Tiko, sepanjang 2017 pihaknya memangkas alokasi biaya pencadangan menjadi Rp16 triliun dari Rp24,6 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan itu menjadi kontributor utama pengerek laba perseroan menjadi Rp20,6 triliun, melesat 49,5% secara year on year (yoy).
Beban pencadangan berkurang sejalan dengan penurunan rasio NPL menjadi 3,46% atau sebesar Rp25,24 triliun dari total kredit Bank Mandiri pada akhir 2017 sebesar Rp729,55 triliun.
Rasio NPL tersebut turun 0,54% dari posisi akhir Desember 2016 sebesar 4%. Meski alokasi biaya pencadangan turun, coverage ratio NPL justru meningkat 10,63% dari posisi 124,4% pada 2016 menjadi 135,09% pada 2017.