Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan mendorong industri di sektor jasa keuangan meningkatkan praktik transparansi dan disclosure produk dan jasa keuangan.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Tirta Segara mengatakan, transparansi produk dan layanan jasa keuangan dilakukan dengan memberikan informasi penting yang dibutuhkan konsumen. Selain memberikan pemahaman tentang manfaat dan hak kepada konsumen, industri juga dituntut memberikan informasi tentang risiko, segala biaya, dan kewajiban konsumen terhadap jasa keuangan.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK pada 2016 menunjukkan, baru 67,8% masyarakat yang telah menggunakan produk layanan jasa keuangan. Namun, hanya 29,7% masyarakat yang memiliki pemahaman tentang produk dan layanan jasa keuangan.
Menurutnya, hasil survei ini mengindikasikan banyak masyarakat yang telah menggunakan produk dan layanan jasa keuangan, tetapi tanpa dibekali pemahaman tentang produk dan layanan jasa keuangan tersebut.
"Ini [pemahaman tentang jasa keuangan] sangat rendah," katanya saat membuka seminar nasional Transparansi dan Disclosure Sektor Jasa Keuangan di Indonesia: Praktik Saat Ini vs International Best Practice, Kamis (25/4/2018).
Hasil survei yang sama juga menunjukkan pemahaman konsumen pada risiko produk dan layanan jasa keuangan hanya 36,1%. Sementara, pemahaman konsumen pada manfaat produk dan layanan jasa keuangan justru menunjukkan persentase yang lebih besar yakni 86,0%.
Baca Juga
Adapun, pemahaman konsumen pada kewajiban terhadap produk dan layanan jasa keuangan sebesar 36,1%. Sedangkan, pemahaman konsumen pada hak produk dan layanan jasa keuangan sebesar 40,5%.