Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Dinar Tbk. mengontrol berbagai biaya terkait operasionalnya secara lebih ketat demi menjaga efisiensi bisnis. Pasalnnya, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perseroan per semester pertama tahun ini telah menembus 94%.
Direktur Utama Bank Dinar Hendra Lie mengatakan bahwa pihaknya sengaja membatasi biaya-biaya yang urgensinya rendah serta mengupayakan optimalisasi waktu kerja. Hal ini, dilakukan guna menjaga efisiensi bisnis perseroan di tengah perlambatan permintaan kredit.
“Di tengah melambatnya permintaan kredit, rasanya para BUKU 1 sama-sama melambat. Oleh karena itu, kami melakukan efisiensi biaya dan waktu. Dua tahun belakangan rasanya perbankan kurang melakukan ekspansi jaringan,” ucapnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (4/7/2018).
Hendra menuturkan, sejauh ini pihaknya tengah konsentrasi terhadap proses merger dengan PT Bank Oke Indonesia. Proses merger dua bank ini ditergetkan selesai pada semester ini. Sejalan dengan aksi merger ini maka Bank Dinar berupaya menjaga efisiensi bisnisnya.
“Kami sedang proses merger. Setelah merger kami akan lakukan ekspansi jaringan di area-area yang potensial. Saat ini, kami tidak menambah jaringan kantor baru dulu. Yang sudah adapun tidak di-down size,” ujarnya.
Pada sisi lain, Bank Dinar juga menyatakan bahwa bank-bank kecil saat ini tengah menghadapi risiko kenaikan biaya dana. Hal ini, merupakan reaksi atas kenaikan suku bunga acuan 7-days reverse repo rate menjadi 5,25%.
“Kalau risiko likuiditas tidak ada, tapi risikonya cost of fund naik. Mau tidak mau memang harus entertain dengan bunga yang naik, karena kalau BI rate naik, sebagian besar deposan minta bunga deposito ikut naik,” katanya.
Bank Dinar menilai, perlu merespons kenaikan 7DRRR tersebut dengan peningkatan bunga simpanan dan pinjaman guna menjaga agar beban biaya dana tidak terlalu menggerus laba. Sebelumnya, pada awal Juni tahun ini perseroan menaikkan bunga simpanan 0,25% - 0,5%.