Bisnis.com, JAKARTA— Tidak ada yang menginginkan terjadinya suatu kecelakaan, apalagi sampai harus kehilangan nyawa.
Secara teoritis, tak ada nilai uang yang bisa menggantikan satu nyawa. Namun, dalam suatu kecelakaan, nilai kemanusiaan untuk mengurangi derita keluarga korban dapat dirumuskan dalam santunan ataupun asuransi.
Begitu pula dengan kejadian kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di sekitar perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin, 29/10/2018..
Para korban tentu akan mendapatkan santunan dan klaim asuransi. PT Jasa Raharja (Persero) mengestimasi jumlah klaim yang dibayarkan pada ahli waris korban Lion Air JT-610 sebesar Rp8,9 miliar.
Angka total Rp8,9 miliar tersebut sesuai dengan UU No 33 dan PMK No. 15 tahun 2017 yang mengatur besaran klaim korban jiwa yang diharus dibayar Jasa Raharja adalah Rp50 juta per pax.
Di tataran praktik internasional, nilai santunan dan asuransi itu diatur dalam Konvensi Montreal yang telah diratifikasi sedikitnya oleh 103 negara termasuk Indonesia.
Dalam artikel 21 Konvensi Montreal, maskapai penerbangan harus memberikan kompensasi kepada penumpang atau keluarga penumpang sebesar 100.000 special drawing rights (SDR) untuk korban, baik cedera maupun meninggal.
Konvensi Montreal juga mengatur mengenai ganti rugi atas barang yang diangkut pesawat yang mengalami kecelakaan. Jika barang yang diangkut hilang, rusak atau terlambat datang, maskapai wajib memberi kompensasi sebesar 17 SDR per kilogram.
SDR merupakan satuan mata uang yang biasa digunakan oleh International Monetary Fund (IMF). di situs resmi IMF, nilai 1 SDR sama dengan sekitar US$1,5 atau tepatnya US$1,47 per Oktober 2018.
Berdasarkan kurs BI, US$1 saat ini berada di kisaran Rp15.200-an. Maka jika mengacu ke Konvensi Montreal, nilai santunan bisa mencapai lebih dari Rp2,2 miliar per korban.
Nah di Indonesia, ada kebijakan tersendiri juga meski tetap menghormati Konvensi Montreal.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan pada 8 Agustus 2011 mengeluarkan Permenhub No.PM 77/Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, yang diteken Menteri Freddy Numberi.
Aturan kompensasi angkutan udara tersebut juga telah disesuaikan dengan beleid lainnya seperti UU No.2/1992 tentang Perasuransian, UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan tentu saja UU No.1/2009 tentang Penerbangan.
Berdasarkan Permenhub No.77 itu, korban jiwa karena kecelakaan pesawat mendapatkan santunan Rp1,25 miliar.
Kewajiban santunan itu pun telah diterapkan dan dibayarkan kala terjadi musibah pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor pada 9 Mei 2012, yang menewaskan 45 jiwa.
Selain itu, santunan besar juga diberikan kepada ahli waris dari 162 penumpang pesawat AirAsia QZ8501 yang mengalami musibah di Laut Jawa pada 28 Desember 2014.
Angka Rp1,25 miliar itu mungkin lebih kecil dari pada SDR100.000 (Rp2,2 miliar) tetapi setidaknya kompensasi tersebut diharapkan mampu mengurangi beban finansial keluarga yang ditinggalkan.
Berikut ini rincian kompensasi kerugian penumpang pesawat:
- Meninggal dunia dan ataupun cacat tetap Rp1,25 miliar.
- cacat tetap sebagian satu mata Rp150 juta
- Kehilangan pendengaran Rp150 juta
- Ibu jari tangan kanan Rp125 juta, tiap satu ruas Rp62,5 juta
- Jari telunjuk kanan Rp100 juta, tiap satu ruas Rp50 juta
- Jari telunjuk kiri Rp125 juta, tiap satu ruas Rp25 juta
- Jari kelingking kanan Rp62,5 juta, tiap satu ruas Rp20 juta
- Jari kelingking kiri Rp35 juta, tiap satu ruas Rp11 juta
- Jari tengah (jari manis) Rp50 juta, tiap satu ruas Rp16,5 juta
- Jari tengah Rp40 juta, tiap satu ruas Rp13 juta
Sumber: Permenhub 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara
Ket: Bagi mereka yang kidal, perkataan kanan dibaca kiri, demikian juga sebaliknya.