Bisnis.com, BOGOR– Perusahaan asuransi yang memiliki unit usaha syariah perlu mematangkan sejumlah kajian sebelum melakukan pemisahan atau spin off unit usaha syariahnya, sebagai amanat perundangan.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Ahmad Syaroni memaparkan, terdapat enam kajian yang perlu disiapkan UUS perusahaan asuransi sebelum spin off.
Kajian tersebut meliputi kajian bisnis dan rencana strategis, kajian modal, kajian legal, kajian perizinan, kajian informasi teknologi dan kajian sumber daya manusia.
“Setelah seluruh kajian itu dilakukan nanti kesimpulannya hanya dua, apakah perusahaan ini laik spin off atau tidak,” kata Syaroni di Sentul, Jawa Barat, Rabu (28/11/2018).
Kewajiban spin off unit usaha syariah tertuang dalam Undang-Undang No. 40/2014 tentang Perasuransian dan POJK No. 67 POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Regulasi tersebut menyebutkan bahwa unit usaha syariah harus segera memisahkan diri menjadi perusahaan asuransi syariah, paling lambat 2024. Sementara itu, batas waktu pelaku asuransi syariah untuk menyerahkan roadmap spin off kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni pada 2020.
Baca Juga
Khusus untuk kajian bisnis dan rencana strategis, UUS perusahaan asuransi harus memastikan proyeksi keuangan mulai dari arus kas, dampak spin off hingga proyeksi pascaspin off.
Dari sisi SDM, Syahroni menilai UUS perusahaan asuransi harus memetakan kemampuan SDM dan organisasi perusahaan secara tepat, khususnya pada tahap persiapan. UUS perusahaan asuransi perlu memberi kepastian kepada SDM mengenai jabatan dan upah yang diterima setelah terjadi spin off.
“Apakah mereka yang kepala divisi ketika pindah akan naik pangkat atau seperti apa? Yang jelas harus perhatikan motivasi karyawan [agar] tidak pergi dan aturan yang berlaku di induk tidak boleh sampai hilang,” kata Syaroni.