Bisnis.com, JAKARTA – Kualitas kredit PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. per akhir 2018 turun dibandingkan dengan posisi pada 2017.
Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross naik dari 2,10% pada akhir 2017 menjadi 2,27% pada akhir 2018. Namun angka tersebut masih di bawah rata-rata industri yang berada pada posisi 2,67% per November 2018.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan bahwa perseroan tengah berupaya menurunkan rasio NPL menjadi kurang dari 2%.
“Pada 2019 kami optimis lebih rendah dari 2018. Kami upayakan itu karena ada pipeline yang mudah-mudahan di semester pertama ini bisa selesai dengan baik,” katanya dalam paparan kinerja kuartal IV/2018 di kantor BRI, Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Dalam kesempatan sebelumnya, Direktur Korporasi BRI Kuswiyoto yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) mengatakan pada tahun lalu rasio NPL naik karena melambatnya bisnis debitur. Ada beberapa korporasi yang mengalami penurunan produktivitas, satu di antaranya bergerak di sektor pertambangan minyak. Menurut Kuswiyoto penyehatan kredit bermasalah kepada perusahaan itu akan rampung tahun ini.
Kendati tengah berhadapan dengan kenaikan rasio NPL, BRI optimistis kondisi tersebut tidak akan mengganggu kinerja perseroan. Pasalnya bank pelat merah ini terus menaikan pencadangan dari 183% pada 2017, menjadi 185,9% per akhir 2018.
Baca Juga
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan tahun ini rasio NPL coverage akan kembali ditingkatkan, atau menjadi 200%. “Ini cadangan kuat sekali,” katanya.
Selain melakukan pencadangan, BRI juga menjaga kualitas kredit dengan melakukan hapus buku kredit macet (write off). Sepanjang 2018 BRI menghapus kredit macet dengan total nilai Rp12 triliun dengan capaian recovery sebanyak 51% di antaranya.
Adapun meurut Haru, tahun ini sektor yang berpotensi mengalami kredit bermasalah masih serupa dengan tahun lalu, yaitu segmen menengah. Sementara itu segmen yang memiliki risko NPL rendah akan digenjot untuk menjaga rasio.