Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengenal Produk Anuitas Dana Pensiun

Bisnis.com, JAKARTA - Produk anuitas dinilai seringkali dimodifikasi guna memudahkan pekerja yang memasuki masa purnabakti bisa mendapatkan dana secara sekaligus atau lump sump kendati diamanatkan sebagai manfaat pensiun secara berkala oleh UU Dana Pensiun.
Dana pensiun/Istimewa
Dana pensiun/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Produk anuitas dinilai seringkali dimodifikasi guna memudahkan pekerja yang memasuki masa purnabakti bisa mendapatkan dana secara sekaligus atau lump sump kendati diamanatkan sebagai manfaat pensiun secara berkala oleh UU Dana Pensiun.

Seperti diketahui, UU No. 11/1992 mengamanatkan Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)—DPPK PPIP dan dana pensiun lembaga keuangan atau DPLK—agar dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) wajib memuat hak peserta untuk menentukan pilihan bentuk anuitas yang hanya dapat dijalankan oleh asuransi jiwa.

Dengan anuitas, nantinya manfaat yang diperoleh peserta, yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya, akan dialihkan kepada asuransi jiwa yang selanjutnya akan membayarkan pensiun bulanan seumur hidup, termasuk bagi ahli warisnya hingga usia tertentu.

Sumber Bisnis mengatakan, sesuai amanat UU Dana Pensiun tersebut,M manfaat pensiun dapat dialihkan dengan membeli anuitas seumur hidup dari perusahaan asuransi jiwa. Selanjutnya, perusahaan asuransi jiwa ini seharusnya melakukan pembayaran manfaat pensiun secara berkala atau pensiun bulanan tersebut.

Namun, dalam praktiknya, kata dia, seringkali dana itu hanya bertahan beberapa bulan di perusahaan asuransi jiwa. Pada akhirnya, dana tersebut ditarik seluruhnya oleh pensiunan.

“Banyak yang berimprovisasi. Jadi, ketika dana pensiun itu sudah turun dan menjadi anuitas, paling pensiunan hanya mempertahankan 2-3 bulan untuk memenuhi ketentuan itu saja,” ujarnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.

Sumber tersebut menyebutkan bahwa sebenarnya produk anuitas itu diikat oleh kontrak tertentu. Kendati begitu, dia mengatakan bahwa kontrak tersebut telah disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan pensiunan untuk menarik seluruh dananya dalam tempo singkat.

Di sisi lain, jelas dia, perusahaan asuransi jiwa hanya mendapatkan imbal jasa atau fee tertentu.

“Perusahaan asuransi hanya dapat fee sekian persen, tidak sampai 1%. Jadi, hanya numpang lewat. Itu sudah praktik yang biasa, sebab bagaimana pun perusahaan asuransi jiwa tidak ada yang mau menjalankan itu.”

MARGIN TIPIS

Tipisnya marjin dengan liabilitas jangka panjang dinilai menjadi sebab lini bisnis anuitas di industri asuransi jiwa tidak mengalami perkembangan signifikan.

Sumber Bisnis mengatakan tidak banyak pelaku asuransi jiwa yang menjalankan lini bisnis ini karena alasan tersebut. Tidak seluruh perusahaan itu, jelasnya, memasarkan produk itu secara terbuka kepada publik.

Sejumlah perusahaan, sebut dia, hanya memasarkan produk lantaran mendapatkan amanat dari induk usaha atau pemegang saham. Perusahaan-perusahaan itu hanya menyasar para pensiunan yang merupakan peserta dari dana pensiun pemberi kerja (DPPK) yang didirikan oleh induk usahanya.

Sejumlah perusahaan yang memasarkan produk anuitas itu dinilai terkait dengan BUMN.

“Hanya ada sekitar lima perusahaan asuransi jiwa yang masih memasarkan. Yang kasihan itu adalah perusahaan asuransi jiwa yang memiliki induk tertentu, yang mau tidak mau menjalankan produk anuitas sesuai regulasi itu,” jelasnya kepada Bisnis.

Sumber tersebut merincikan bahwa produk anuitas di asuransi jiwa memiliki proteksi dengan jangka waktu yang sangat panjang. Pasalnya, proteksi tidak hanya diberikan kepada pensiun, tetapi juga mencakuo ahli waris dengan rentang usia yang terbilang panjang.

Padahal, jelasnya, produk itu didorong oleh UU Dana Pensiun dengan menimbang tingginya imbal hasil dari suku bunga pada dekade 90-an. Oleh karena itu, dia menilai bahwa produk itu sudah tidak sesuai dipasarkan oleh asuransi jiwa pada saat ini.

“Yang mengerikan dari anuitas adalah bahwa coverage-nya sampai anak berusia 25 tahun, bahkan hingga anak kedua atau ketiga.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Anggi Oktarinda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper