Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tidak akan memberikan kelonggaran khusus terkait dengan batas maksimal pemberian kredit (BMPK) kepada debitur BUMN.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa terlalu berisiko apabila regulator merevisi ketentuan BMPK perbankan demi meningkatkan penyaluran kredit untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan oleh perusahaan BUMN.
Dalam aturan yang berlaku saat ini, BMPK untuk korporasi milik negara adalah sebesar 30% dari modal. Dalam regulasi yang sama, BMPK untuk korporasi swasta diatur maksimal 20%.
“BMPK sebesar 30% dari modal kepada perusahaan BUMN sudah hampir terpakai secara penuh,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/6).
Untuk mengantisipasi kebutuhan pembiayaan infrastruktur yang masih cukup besar, Wimboh mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan BUMN penyelenggara proyek tersebut dapat mengambil opsi lain seperti menggalan dana dari modal, serta mencari peluang dari foreign direct investment.
Wimboh menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengandalkan sektor swasta. Perusahaan swasta akan mengandalkan foreign direct investment dan pasar modal, sehingga tidak membebankan BMPK industri perbankan.
Sejumlah sektor swasta yang dimaksud adalah perikanan, tambang, dan pariwisata. Selain itu, manufaktur potensial untuk terus didorong agar lebih kompetitif.
Kendati demikian, Wimboh optimistis pertumbuhan kredit perbankan akan terjaga hingga tahun depan. Dia memprediksi fungsi intermediasi bank dapat tumbuh antara 12% hingga 14% secara tahunan. Kinerja itu akan mendorong aset bank tumbuh antara 13% hingga 15% secara tahunan.