Bisnis.com, JAKARTA – Target minimal kepesertaan 95% pada program Jaminan Kesehatan Nasional dinilai sulit tercapai tanpa dukungan regulasi, khususnya terkait penegakan hukum atas kepatuhan terhadap kepesertaan wajib.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan target itu sebenarnya harus didukung dengan regulasi yang mendorong pendaftaran peserta. Pasalnya, jelas dia, target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disusun tidak hanya atas upaya BPJS Kesehatan, tapi juga dengan dukungan kebijakan yang sudah disiapkan sejak awal guna mendorong realisasi target kepesertaan.
Dalam RPJMN 2015 -2019, target kepesertaan JKN diharapkan dapat mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan menyeluruh bagi seluruh penduduk Indonesia pada 1 Januari 2019. Untuk konteks UHC itu, minimal 95% dari total penduduk sudah menjadi peserta program JKN.
“Jika ada instrumen regulasi yang semestinya bisa mendorong realisasi capaian jumlah kepesertaan, dan belum berjalan maka tentu berdampak pada target yang harus dicapai,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (8/7/2019).
Iqbal mencontohkan Peraturan Pemerintah No. 86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Regulasi itu menyebutkan sejumlah sanksi yang dikenakan kepada pemberi kerja, meliputi teguran tertulis, denda dan tidak mendapatkan layanan publik.
Pasal 9, regulasi tersebut, menyebutkan secara spesifik sejumlah sanksi terkait penghentian layanan publik bagi pemberi kerja yang abai terhadap program JKN, antara lain terkait perizinan usaha, tender, dan izin mendirikan bangunan. Selain itu, pada Ayat 3, pasal tersebut menyebutkan bahwa pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dilakukan oleh unit pelayanan publik pada instansipemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pasal 11, PP tersebut menyebutkan bagi setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang melanggar ketentuan tidak mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai kepada BPJS Kesehatan juga dikenai sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu olehpemerintah.
“Poin 3 [Pasal 9] ini penting karena di luar kewenangan BPJS Kesehatan,” sebut Iqbal.
Menurutnya, kehadiran regulasi turunan yang mendorong implementasi sanksi ini menjadi keharusan guna meningkatkan kepesertaan JKN.
Sebagai informasi, tingkat kepesertaan JKN mencapai 83% pada akhir semester I/2019. Data kepesertaan yang dipublikasikan BPJS Kesehatan di laman resminya, per 1 Juli 2019 jumlah peserta JKN mencapai 222,46 juta jiwa.
Iqbal mengatakan data kependudukan sipil dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan pada akhir 2018 jumlah penduduk Indonesia mencapai 265,18 juta jiwa. Dengan begitu, tingkat kepesertaan masyarakat pada program nasional ini mencapai 83,89%.
“Sudah lebih dari 83% penduduk yang terdaftar dalam program JKN-KIS [Kartu Indonesia Sehat],” ujarnya.
Iqbal mengatakan pada akhir 2018 lalu jumlah peserta mencapai 208,05 jiwa. Oleh karena itu, kepesertaan program nasional ini meningkat 6,93%.
Adapun, BPJS Kesehatan mencatat pada 1 Januari 2019 jumlah peserta program tersebut mencapai 207,9 juta jiwa. Realisasi itu setara dengan 78% dari total populasi nasional.