Bisnis.com, JAKARTA – Punya uang berlebih, namun dengan kondisi masih memiliki utang, haruskah Anda menunda investasi?
Ternyata, pertanyaan ini tidak bisa digeneralisasikan untuk banyak orang, karena situasinya bisa jadi berbeda untuk masing-masing individu.
Saqina Q Purnama, financial advisor Jouska menyebutkan kondisi ini akan dikembalikan lagi kepada portfolio keuangan seseorang seperti ketersediaan dana darurat dan jenis utangnya baik utang jangka pendek maupun utang jangka menengah dan panjang.
“Kalau asumsinya dana darurat aman, dana-dana yang lain aman, pada saat seperti itu kita harus tahu dulu utangnya dalam bentuk apa. Berbeda-beda ya, ada yang pendek, ada yang jangka panjang. Kemudian jangka panjang tapi sudah mau jatuh tempo, yang kurang dari 12 bulan kan termasuk jangka pendek juga. Terus jenis utangnya sendiri ada yang punya agunan, ada yang nggak,” ungkapnya kepada bisnis.com pada Kamis (25/7/2019).
Senada dengan Saqina, perencana keuangan One Schildt menyarankan untuk segera melunasi utang berbunga tinggi seperti pinjaman tanpa agunan, kartu kredit hingga pinjaman peer-to-peer terlebih dahulu sebelum melakukan investasi.
“Tapi kalau ternyata bunganya rendah dan aset yang dibeli itu pun dalam jangka panjang mengalami kenaikan, nah itu kita bisa prioritaskan agak belakangan untuk kita lunasi. Tentunya yang paling terbaik adalah kita melunasi sekaligus. Artinya, kita tidak perlu lagi membayar bunga, ya,” terangnya saat dihubungi bisnis.com dalam kesempatan yang berbeda.
Baca Juga
Tidak semua utang harus dilunasi
Kedua perencana keuangan tersebut sepakat utang jangka panjang yang bunganya tinggi seperti properti harus dilunasi terlebih dahulu, karena semakin lama tenornya, semakin banyak pula uang yang akan dihabiskan untuk membayar bunga.
“Kalau hutang, tenor juga menentukan. Lebih dari 10 tahun komposisinya itu akan lebih besar bunga daripada pokok. Misalnya tenornya 20 tahun, di akhir tahun ke-20 nih, bunganya malah bisa buat satu rumah lagi. Penyelamatannya, bisa nggak kita take over dulu. Minimal meringankan dulu bunga cicilannya,” ujar Saqina.
“Belum tentu semua utang harus kita lunasi. Di sisi lain, apakah ada rencana penggunaan dana itu dalam waktu dekat? Misalnya kita punya bonus, kita punya utang kendaraan bermotor yang baru selesai 3 tahun lagi. Tapi di sisi lain, dua bulan lagi anak kita misalkan mau sekolah. Kan kita harus tetapkan prioritas,” ujar Budi.
Persiapkan investasi
Idealnya, utang dan investasi harus berjalan beriringan. Sehingga, pengetahuan finansial dianggap penting agar ke depannya individu bisa mengatur cashflow pribadinya.
Saqina menyebut jumlah investasi dan utang tidak bisa ditentukan dari besaran persentasenya. Istilah middle income trap dianggapnya sangat tepat menjelaskan hal ini, mengingat porsinya harus dikembalikan lagi pada tujuan finansial yang ingin dicapai.
“Jadi, dilihat lagi dari profil risiko orangnya, pendapatannya berapa, dana daruratnya sudah punya berapa, tujuan-tujuan yang mau dia capai apa. Nabung 3 juta, 30 persen dari gaji 10 juta misalkan oke, ya, tapi kalau gaji kita naik jadi 20 juta, masa mau nabung 30 persen juga? Padahal dulu dengan standar gaji 10 juta saja, masih bisa nabung 3 juta loh. Jadi, hati-hati jangan sembarang pakai persentase,” jelas Saqina.
Sedangkan Budi berujar investasi umumnya dilakukan setelah kondisi keuangan cukup stabil, termasuk diantaranya pelunasan utang dengan bunga tinggi dan ketersediaan dana darurat terlebih dahulu.
“Jadi biasanya investasi itu dilakukan belakangan setelah kondisi keuangan dirasa cukup stabil. Dana darurat sudah memadai dulu. Tapi kalau utangnya jangka panjang sekali dan kemudian bunganya kecil, boleh deh itu masukkin ke investasi,” pungkas Budi.