Bisnis.com, PALEMBANG – Bank Indonesia mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru serta mendukung perbaikan struktur neraca transaksi berjalan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengungkapkan penduduk Indonesia yang mayoritas muslim merupakan potensi besar yang harus dioptimalkan dengan mendorong produksi produk syariah.
Menurutnya, peningkatan ekonomi syariah akan dapat mendorong keuangan syariah serta pertumbuhan ekonomi secara umum.
“Percepatan keuangan syariah tentunya tidak akan lepas dari pada kegiatan ekonominya. Kalau kita melihat sekarang keuangan syariah masih belum maksimal, artinya ekonomi syariah masih punya ruang untuk ditingkatkan. Saat ekonominya berkembang, permintaan pendanaan muncul, perbankan syariah akan bisa lebih maju lagi,” kata Dody di sela-sela pembukaan Fesyar Regional Sumatera 2019, di Palembang, akhir pekan lalu.
Dody menjelaskan, ekonomi syariah telah terbukti mampu menjadi sumber pertumbuhan baru tidak hanya di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sebagai contoh, ada Tiongkok yang menjadi eksportir baju muslim tertinggi di Timur Tengah, Korea Selatan yang memiliki visi menjadi destinasi wisata halal dunia serta Thailand yang ingin menjadi dapur halal dunia.
Adapun, posisi Indonesia di kancah global menunjukkan perbaikan peringkat yakni dari 11 pada 2017 menjadi ke-10 pada 2018 sebagai negara pemain utama dalam ekonomi dan keuangan syariah versi Global Islamic Economy Indicator. Sayangnya, secara umum peran Indonesia didorong oleh sektor konsumsi, terutama makanan halal.
Di sisi lain, pangsa pasar keuangan syariah belum mampu menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dari sisi perbankan, misalnya, aset perbankan syariah terhadap perbankan komersial secara umum masih belum mampu tembus level 10%.
“Pengembangan keuangan syariah tidak terlepas dari pengembangan ekonomi syariah. Hal itu harus bersifat komprehensif dan end to end, dari hulu ke hilir berdasarkan kegiatan ekonomi riil dengan dukungan pembiayaan,” katanya.
Dalam mendukung hal tersebut, BI merumuskan tiga strategi utama pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Pertama, pemberdayaan ekonomi syariah yang menitikberatkan pada pengembangan sektoral usaha syariah. Penguatan halal value chain dimaksimalkan melalui pengembangan ekosistem berbagai tingkatan usaha syariah meliputi pesantren, UMKM, dan korporasi dalam suatu rantai bisnis.
Program ini dilaksanakan pada 4 sektor unggulan yaitu sektor industri makanan halal dan halal fashion, sektor pariwisata halal, sektor pertanian dan sektor renewable energy. Salah satu implementasinya yakni program kemandirian ekonomi pesantren yang mulai dilakukan sejak 2017 terhadap 62 pesantren dan ditingkatkan menjadi 100 pesantren pada 2018.
“Tahun ini direncanakan melibatkan 100 pesantren. Model bisnis yang diaplikasikan antara lain pengolahan air minum, budi daya ikan air tawar, pertanian, pengolahan tepung kelapa dan industri kreatif,” katanya.
Kedua, pendalaman pasar keuangan syariah yang merefleksikan upaya peningkatan manajemen likuiditas dan pembiayaan syariah. Dalam kaitannya dengan event Fesyar kali ini, pengembangan keuangan syariah dilakukan dengan deklarasi Gerakan Indonesia Sadar Wakaf.
Ketiga, penguatan riset, asesmen dan edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi yang menjadi landasan bagi tersedianya sumber daya manusia yang andal, professional dan berdaya saing internasional. Berbagai bentuk program edukasi dan sosialisasi dilakukan baik melalui jalur formal maupun nonformal.
Sejalan dengan Fesyar Sumatera yang bertema “Penguatan Ekonomi Syariah dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Regional”, Dody mengatakan penguatan model bisnis halal value chain akan menjadi salah satu fokus BI untuk menjawab tantangan mengenai deficit transaksi berjalan.
“BI telah mengembangkan model bisnis halal value chain yang menghubungkan local value chain dari pengembangan usaha syariah domestik, ke tingkat global halal value chain ke pasar global yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekspor tapi juga sebagai produk substitusi impor,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir menyampaikan legislatif akan mendukung pengembangan ekonomi syariah sebagai terobosan dalam kebutuhan pembiayaan.
“Dengan 80% masyarakat muslim di Indonesia, banyak orang mencari terobosan dalam pembiayan maupun kegiatan ekonomi, keuangan syariah ini adalah salah satu jawabannya. Bentuk dukungan kami yakni dengan memperkuat regulasi syariah,” katanya.
Salah satu yang dilakukan, kata Achmad, yakni membahas keuangan syariah dalam RUU Kewirausahaan yang saat ini tengah dibahas Pansus lintas komisi mulai dari komisi XI, VII, VIII dan IX.